Musik Joged Dangkung
Oleh Empuesa
Sementara itu, kata “joged” dalam nama musik ini, menurut beberapa literatur Melayu merujuk pada penari perempuan musik ini. Sedangkan untuk penari laki-laki yang ikut berjoged disebut dengan pengebeng atau penandak. Dilihat dari jenisnya, musik joged dangkung Melayu mirip dengan kesenian tayub di Jawa.
Musik joged dangkung dilengkapi dengan peralatan musik yang khusus, yakni biola atau jole, akordeon (piano jinjing), gendang panjang dan gendang gebano atau pebano, serta gong atau tatawak. Para pemain musik joged dangkung memiliki sebutan sendiri, yaitu klasi joged. Alat-alat musik ini sulit dimainkan, karena perlu ketelitian dan kesabaran dalam memainkannya serta harus disesuaikan dengan musik yang dimainkan dan syair lagu yang dilantunkan dalam setiap babaknya.
Mulanya, joged dangkung diiringi dengan musik lagham yang berfungsi sebagai pemanggil atau pemberitahuan kepada penonton dan penarinya, bahwa musik joged dangkung akan segera dimulai. Sering terdengar ucapan masyarakat Melayu: Laghamnya sudah bunyi, yang berarti joged segera dimulai. Musik lagham sendiri dimainkan tanpa syair lagu.
Setelah musik lagham, berikutnya adalah musik dengan lagu tabik yang berfungsi sebagai lagu pembuka pergelaran joged dangkung. Lagu tabik berisi pantun Melayu gembira tentang cinta dan Tuhan. Simak contohnya berikut ini:
Lagi-lagi Terancam Punah
Orang Melayu dikenal dengan seni musik dan seni tarinya. Umumnya, musik Melayu, baik yang tradisional maupun modern, dikenal sebagai musik yang memiliki alunan mendayu-dayu namun nyaman jika didengar telinga.
Musik Joged Dangkung adalah salah satu varian musik Melayu tradisional yang mempunyai ciri khusus, yakni memadukan nada, tari, dan teater. Musik dalam joged dangkung berisi lagu-lagu dengan irama yang cepat. Hal ini ditujukan agar gerakan tarinya semangat dan mendorong pendengarnya untuk ikut bergoyang.
Istilah dangkung sendiri adalah penggabungan dari kata dang dan kung. Istilah dang merujuk pada bunyi kendang yang ditabuh. Sedangkan kata kung merujuk pada bunyi gong yang dipukul. Kedua bunyi ini akan menyebabkan pemusik dan pendengarnya berjoged, karena itu pula ditambahkan kata joged dalam nama musik ini.
Sementara itu, kata “joged” dalam nama musik ini, menurut beberapa literatur Melayu merujuk pada penari perempuan musik ini. Sedangkan untuk penari laki-laki yang ikut berjoged disebut dengan pengebeng atau penandak. Dilihat dari jenisnya, musik joged dangkung Melayu mirip dengan kesenian tayub di Jawa.
Musik joged dangkung dilengkapi dengan peralatan musik yang khusus, yakni biola atau jole, akordeon (piano jinjing), gendang panjang dan gendang gebano atau pebano, serta gong atau tatawak. Para pemain musik joged dangkung memiliki sebutan sendiri, yaitu klasi joged. Alat-alat musik ini sulit dimainkan, karena perlu ketelitian dan kesabaran dalam memainkannya serta harus disesuaikan dengan musik yang dimainkan dan syair lagu yang dilantunkan dalam setiap babaknya.
Mulanya, joged dangkung diiringi dengan musik lagham yang berfungsi sebagai pemanggil atau pemberitahuan kepada penonton dan penarinya, bahwa musik joged dangkung akan segera dimulai. Sering terdengar ucapan masyarakat Melayu: Laghamnya sudah bunyi, yang berarti joged segera dimulai. Musik lagham sendiri dimainkan tanpa syair lagu.
Setelah musik lagham, berikutnya adalah musik dengan lagu tabik yang berfungsi sebagai lagu pembuka pergelaran joged dangkung. Lagu tabik berisi pantun Melayu gembira tentang cinta dan Tuhan. Simak contohnya berikut ini:
Di mana matahari, di situ juga bulanSetelah lagu tabik selesai, dilanjutkan dengan lagu-lagu lainnya. Lagu tersebut biasanya disesuaikan dengan permintaan penandak-nya, misalnya lagu berjudul serampang laut, tanjung katuang, gunung banang, kuala mandah, selendang mak inang, pucuk pisang, lode mak lode, dan Mak inang pulau kampai. Lagu-lagu tersebut umumnya juga berisi ungkapan-ungkapan pepatah Melayu, baik berupa nasehat maupun suka-cita, misalnya syair lagu kuala mandah berikut:
Di mana kekasih hati, di situ juga Tuhan
Malam ini bertanam jagung, hari esok bertanam seraiPementasan musik joged dangkung ditutup dengan lagu keroncong yang oleh orang Melayu biasa disebut dengan penghulu lagu karena dinyanyikan diakhir pementasan. Pementasan ini biasanya digelar malam hari dari jam 20.00-23.00 waktu setempat.
Malam ini kita sekampung, hari esok kita bercerai
Kalau ada jarum yang patah, jangan disimpan di dalam peti
Kalau ada kata yang salah, jangan disimpan di dalam hati
Lagi-lagi Terancam Punah
Lazimnya di kebudayaan orang Melayu pada zaman dulu, joged dangkung sering ditampilkan sebagai salah satu hiburan saat acara perhelatan pernikahan, hari-hari besar adat, atau upacara adat rakyat. Tidak jarang pula, musik ini menjadi daya tarik turis untuk menonton. Namun, saat ini faktanya sungguh menyedihkan karena musik joged dangkung sudah jarang lagi dipentaskan.
Sejumlah pemerhati buadaya Melayu menganggap ini sebagai sebuah masalah kebudayaan yang perlu dicarikan solusinya karena banyak kesenian tradisional Melayu yang hampir punah. Sering muncul protes budaya bahwa jika bukan kita yang melestarikan seni musik tradisi, lalu siapa lagi?
Permasalahan punahnya musik tradisional sebenarnya bukan hanya menimpa musik Melayu saja. Hampir semua kesenian tradisional di negeri ini mengalami hal serupa. Masuknya musik-musik modern dianggap sebagai penyebabnya. Saat ini, meskipun tidak ada ikatan kebudayaan leluhur yang erat, para generasi muda negeri ini tampaknya lebih mengapresiasi musik rock, pop, atau dansa dari luar negeri daripada musik asli leluhur mereka.
Kondisi ini tentunya tidaklah bijak jika disikapi dengan hanya mendiamkan saja. Namun, tidak bijak pula jika menyalahkan generasi muda dan masuknya musik luar negeri tersebut. Oleh karena itu, bukankah lebih baik kita belajar menyenangi musik tradisi leluhur dari sekarang?
(Opini ini pernah dimuat di www.WisataMelayuOnline.com)
Sejumlah pemerhati buadaya Melayu menganggap ini sebagai sebuah masalah kebudayaan yang perlu dicarikan solusinya karena banyak kesenian tradisional Melayu yang hampir punah. Sering muncul protes budaya bahwa jika bukan kita yang melestarikan seni musik tradisi, lalu siapa lagi?
Permasalahan punahnya musik tradisional sebenarnya bukan hanya menimpa musik Melayu saja. Hampir semua kesenian tradisional di negeri ini mengalami hal serupa. Masuknya musik-musik modern dianggap sebagai penyebabnya. Saat ini, meskipun tidak ada ikatan kebudayaan leluhur yang erat, para generasi muda negeri ini tampaknya lebih mengapresiasi musik rock, pop, atau dansa dari luar negeri daripada musik asli leluhur mereka.
Kondisi ini tentunya tidaklah bijak jika disikapi dengan hanya mendiamkan saja. Namun, tidak bijak pula jika menyalahkan generasi muda dan masuknya musik luar negeri tersebut. Oleh karena itu, bukankah lebih baik kita belajar menyenangi musik tradisi leluhur dari sekarang?
(Opini ini pernah dimuat di www.WisataMelayuOnline.com)
Komentar
Posting Komentar
sila memberi kritik, saran, dan masukan terhadap blog dan isinya, terimakasih