Pantun Ibu

Menuliskan pantun Melayu adalah menggelorakan kembali ajaran leluhur Melayu tentang budi pekerti yang bernilai tinggi. Karya sastra tradisional ini telah menjadi identitas bangsa Melayu hingga dikenal dunia. Salah satu pantun Melayu yang mengandung ajaran pekerti yang luhur adalah pantun tentang menghormati sosok perempuan, dalam hal ini adalah sosok ibu (Budi S. Santoso, 1986).
Dahulu, pantun ini diajarkan oleh para orangtua kepada anak pada usia dini atau ketika menginjak dewasa. Di sela-sela waktu luang atau sedang berkumpul keluarga, seorang nenek biasanya menasehati agar cucu-cucunya menghormati ibu melalui perantaraan pantun. Sedangkan orangtua akan melantunkan pantun ini sembari bermain.
Pada saat acara perkawinan, pantun ini juga biasa dilantunkan sebagai wejangan untuk calon suami agar menghormati istrinya dan ibunya (Santoso, 1993; Nizamil Jamil [ed.], 1982). Secara umum, pantun ini menggambarkan betapa penting sosok seorang ibu bagi anaknya dalam kehidupan berumahtangga. Ibu ibarat rumah sebagai tempat bernaung bagi anak. Jika ibu tiada, maka rumah itu seakan roboh dan anak tidak dapat lagi berteduh dari hujan dan panas (Santoso, 1993).
2. Konsepsi Pantun Menghormati Ibu
Pantun menghormati ibu menunjukkan pentingnya peran ibu, khususnya bagi anak. Selain itu juga menunjukkan peran bapak sebagai pendamping ibu. Berikut adalah syair-syairnya:
Elok rupanya kumbang jantanDalam ungkapan Melayu, posisi ibu terlihat begitu penting. Simak ungkapan Melayu berikut:
Dibawa itiik pulang etang
Tidak berkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
Dibawa itik pulang petang
Dapat di rumput bilang-bilang
Melihat ibu sudah datang
Hati cemas menjadi hilang
Dapat di rumput bilang-bilang
Mengisap bunga dengan mayang
Hati cemas menjadi hilang
Perut lapar menjadi kenyang
Sinangis lauk rang tiku
Diatur dengan duri pandan
Menangis duduk di pintu
Melihat ayah pergi berjalan
Diatur dengan duri pandan
Gelombang besar membawanya
Melihat ayah pergi berjalan
Entah pabila kembalinya
Lurus jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tidaklah rusuh
Ibu mati bapak berjalan
Di mana padi tak akan luluh
Padi basah tidak ditampi
Di mana hati tidak kan rusuh
Bunda hilang bapak berbini
Berbuah kedampung di kuah
Sayak dipenggal keganti cawan
Ayah kandung berbini muda
Ananda tinggal tak berkawan
Bini setu-ut laki, anak setu-ut bapak3. Nilai-nilai
Bini seturut laki, anak seturut bapak
Tesingkap aib laki, tedodah aib bini
Tersingkap aib laki, terdedah aib bini
Dalam setu-ut, jangan mengarut
Dalam seturut, jangan mengarut
Elok laki kono bini, elok bini kana laki
Elok laki-laki karena bini, elok bini karena laki-laki
Adat belaki bini: sekain sepakaian, seule seilei
Adat berlaki bini: sekain sepakaian, sehulu sehilir
Adat beanak laki, seluan sekemudi
Adat beranak laki, sehaluan sekemudi
Adat belaki tunak di umah, adat bebini kuat melasak
Adat berlaki tunak di rumah, adat berbini kuat melasak
Adat berumah tanggo, panjangkan kio-kio
Adat berumah tangga, panjangkan kira-kira
Bapak taukan bobanyo, anak kan utangnyo
Bapak tahukan bebanya, anak tahukan hutangnya
Kasei ke bini bepado-pado, sayang ke anak beagak-agak
Kasih ke bini berpada-pada, sayang ke anak beragak-agak
Sayang ke bini tinggal-tinggalkan, sayang ke anak pukul-pukulan
Sayang ke bini tinggal-tinggalkan, sayang ke anak pukul-pukulan
Pantun Melayu tentang menghormati ibu mengandung nilai-nilai luhur dalam kehidupan orang Melayu, antara lain:
- Meningkatkan rasa hormat kepada ibu dan anak. Nilai ini tercermin jelas dari kalimat-kalimat dalam pantun yang menggambarkan peran ibu pada anak dan kondisi anak ketika ditinggal ibu: Ayah kandung berbini muda, Ananda tinggal tak berkawan.
- Melestarikan sastra tradisional Melayu. Nilai ini tercermin dari syair-syair pantun Melayu sebagai karya sastra Melayu. Melalui sastra pantun, orang Melayu dapat belajar dan merenungi masalah kehidupan. Dalam konteks ini, pantun menjadi media yang menyenangkan untuk belajar tentang kehidupan.
- Menjaga adat. Pantun sebagai tradisi leluhur merupakan adat orang Melayu. Oleh karena itu, mempelajari sastra pantun secara tidak langsung juga menjaga adat-istiadat Melayu.
- d. Pelajaran bagi ibu. Bagi seorang ibu, pantun ini dapat dijadikan bahan introspeksi diri dan bercermin bahwa dirinya begitu penting bagi keluarga.
- Keseimbangan peran. Nilai ini tercermin dari ungkapan yang mengajarkan bahwa antara ibu dan bapak saling melengkapi, keduanya memiliki peran yang sama dalam menjaga kehidupan rumah tangga.
Pantun Melayu tentang ibu berkorelasi dengan ajaran agama dan masyarakat bahwa sosok ibu sangat penting dan luhur bagi kehidupan. Ibu adalah yang melahirkan sekaligus menjaga anak. Oleh karena tingginya nilai seorang ibu, maka selayaknya pantun ini patit dikaji dan diteladani.
(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com)
Referensi
- Budi S. Santoso, 1986. Masyarakat Melayu dan Kebudayaannya. Riau: Pemda.
- Budi S. Santoso, 1993. Nilai Budi Pekerti dalam Pantun Melayu. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Depdiknas
- Nizamil Jamil (ed.), 1982. Upacara Perkawinan Adat Riau. Riau: Bumi Pustaka
Komentar
Posting Komentar
sila memberi kritik, saran, dan masukan terhadap blog dan isinya, terimakasih