Kebebasan Berpendapat

Keterbukaan dan saling menghargai adalah budi pekerti sosial yang penting dalam kehidupan, termasuk dalam masyarakat Melayu. Dalam kehidupan Melayu terdapat tradisi ungkapan Melayu tentang sikap menghargai kebebasan mengeluarkan pendapat yang selalu ditekankan dalam setiap musyawarah adat. Hal ini menjadi bukti bahwa leluhur Melayu menghargai pendapat orang lain (Nizamil Jamil, ed., 1982).
Ungkapan ini berisi tentang petuah-petuah bijak tentang menghargai perbedaan pendapat orang lain. Azas ini merupakan salah satu metode untuk menemukan mufakat yang dianggap paling adil. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di era sekarang, azas ini juga menjadi hal yang penting untuk membangun demokrasi (Budi S. Santoso, 1986). Ungkapan Melayu tentang sikap menghargai kebebasan mengeluarkan pendapat dilakukan oleh para pemimpin Melayu ketika mulai membentuk masyarakat. Cara pengungkapannya adalah dengan didendangkan lewat ungkapan atau pantun (Tenas Effendy, 1991).
Konsepsi Ungkapan Melayu tentang Sikap Menghargai Kebebasan Berpendapat
Ungkapan Melayu tentang sikap menghargai kebebasan mengeluarkan pendapat merupakan ajaran adat bagi masyarakat Melayu. Berikut ini adalah untaian bait-bait dari ungkapan tersebut:
Lidah diboi gelanggang cakapNilai-nilai
Lidah diberi gelanggang cakap
Tangan diboi melenggang
Tangan diberi melenggang
Kaki diboi melangkah
Kaki diberi melangkah
Duduk diboi bekiso
Duduk diberi berkisar
Togak diboi bepaling
Tegak diberi berpaling
Yang teaso-aso disingkapkan
Yang terasa-rasa disingkapkan
Yang tekilan-kilan didedahkan
Yang terkilan-kilan didedahkan
Bu-uk disingkap, busuk dibendangkan
Buruk disingkap, busuk dibendangkan
Bepait-pait dulu, bemanis-manis kemudian
Berpahit-pahit dahulu, bermanis-manis kemudian
Mencai yang elok, dikaji bu-uknya
Mencari yang elok, dikaji buruknya
Sebelum awak becakap, dongokan cakap orang
Sebelum awak bercakap, dengarkan cakap orang
Adat beunding, cakap orang jangan didinding
Adat berunding, cakap orang jangan didinding
Adat mufakat, cakap orang jangan disokat
Adat mufakat, cakap orang jangan disekat
Adat bebangso, lopaskan bicao
Adat berbangsa, lepaskan bicara
Pantang menyumbat mulut orang
Pantang menyumbat mulut orang
Pantang mematah cakap orang
Pantang mematah cakap orang
Pantang mengikat lidah orang
Pantang mengikat lidah orang
Pantang memasung tangan orang
Pantang memasung tangan orang
Pantang menyokat langkah orang
Pantang menyekat langkah orang
Mato diboi memandang
Mata diberi memandang
Telingo diboi mendongo
Telinga diberi mendengar
Jangan dipago laman orang
Jangan dipagar halaman orang
Jangan disongkang mulut orang
Jangan disengkang mulut orang
Jangan dipasak telingo orang
Jangan dipasak telinga orang
Jangan dibokap mato orang
Jangan dibekap mata orang
Jangan diku-ung pendapat orang
Jangan dikurung pendapat orang
Jangan ditambat kaki orang
Jangan ditambat kaki orang
Jangan dikungkung lenggang orang
Jangan dikungkung lenggang orang
Pado yang elok pasang telingo
Pada yang elok pasang telinga
Pado yang patut bukakkan mato
Pada yang patut bukakkan mata
Ungkapan Melayu tentang sikap menghargai kebebasan mengeluarkan pendapat mengandung nilai-nilai luhur dalam kehidupan, antara lain:
- Menghargai orang lain. Nilai ini tercermin dari bait-bait ungkapan tersebut yang menyatakan penghargaan terhadap sesama.
- Kepemimpinan. Nilai ini tercermin dari bait-bait ungkapan Melayu yang ditujukan untuk para pemimpin, baik pemimpin masyarakat maupun keluarga, agar menghargai pendapat rakyat.
- Melestarikan sastra tradisional. Nilai ini tercermin dari bait-bait ungkapan Melayu sebagai karya sastra. Hal ini mencerminkan bahwa sastra memiliki peran besar dalam kehidupan masyarakat Melayu.
- Menjaga adat. Ungkapan Melayu merupakan karya leluhur yang dijadikan adat orang Melayu. Oleh karena itu, mempelajari ungkapan-ungkapan ini secara tidak langsung juga menjaga adat-istiadat Melayu.
- Menjunjung nilai demokrasi. Ungkapan Melayu tentang sikap menghargai kebebesan berpendapat merupakan salah satu ciri penerapan demokrasi yang mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan.
Ungkapan Melayu tentang sikap menghargai kebebasan berpendapat membuktikan bahwa orang Melayu sudah mengenal dan mengajarkan demokrasi sejak dulu, bahkan ketika wilayah Melayu masih berupa kerajaan (feodal). Oleh karena itu, kajian demokrasi Melayu menjadi menarik untuk diperdalam lagi.
(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com)
Referensi
- Budi S. Santoso, 1986. Masyarakat Melayu dan Kebudayaannya. Riau: Pemda.
- Nizamil Jamil (ed.), 1982. Upacara Perkawinan Adat Riau. Riau: Bumi Pustaka
- Tenas Effendy, 1991. Adat Istiadat dan Upacara Perkawinan di Bekas Kerajaan Pelalawan. Riau: Lembaga Adat Daerah.
Komentar
Posting Komentar
sila memberi kritik, saran, dan masukan terhadap blog dan isinya, terimakasih