Begawe Beleq: Upacara Besar Orang Bayan[1]

Oleh Empuesa

Gawe atau begawe niku artinya membuat acara, sama dengan begawe ngurisan atau ngitanang lah. Sedangkan beleq niku arti bahasa Sasaknya besar, dikatakan besar karena pada acara begawe beleq banyak kerbau yang dipotong, sekarang niki kalau tidak salah ada sembilan belas kerbau. 

A. Asal-usul 

Adat memberikan dua pilihan bagi masyarakat yang ingin melaksanakan upacara adat. Jika seseorang atau keluarga mempunyai cukup biaya, maka adat mempersilahkan untuk melaksanakan adat sendiri. Namun jika biaya mereka tidak mencukupi, maka adat menganjurkan untuk melaksanakannya bersama-sama, yang disebut begawe beleq. Dikarenakan untuk melakukan secara bersama perlu persiapan yang relatif rumit, begawe beleq biasanya baru bisa dilaksanakan dalam rentang waktu sepuluh sampai dua belas tahun.

Mengapa disebut begawe beleq, salah satu pemangku adat yang bernama Raden Kertanji[2] mengatakan :

”Gawe atau begawe niku artinya membuat acara, sama dengan begawe ngurisan atau ngitanang lah. Sedangkan beleq niku arti bahasa Sasaknya besar, dikatakan besar karena pada acara begawe beleq banyak kerbau yang dipotong, sekarang niki kalau tidak salah ada sembilan belas kerbau. Selain itu begawe beleq dilaksanakan selama satu minggu, banyak niku acaranya, ya ngitanang, merosok, baca lontar juga gendang beleq”(wawancara tanggal 5 Juli 2009).
Begawe beleq dilaksanakan oleh orang Bayan secara gotong royong, dimana setiap orang desa yang termasuk dalam desa adat Bayan akan berbondong-bondong berdatangan ke dusun Bayan Beleq, dusun yang ditetapkan secara adat sebagai pusat adat. Laki-laki, perempuan, tua muda terlihat bekerjasama mempersiapkan dan menjalankan adat dengan taat.

Saat pelaksanaan begawe beleq, bagi pemangku adat dan kyai diwajibkan memakai pakaian adat lengkap. Namun bagi masyarakat biasa yang ikut, hanya diwajibkan memakai sapo’ (ikat kepala) dan dodot (ikat pinggang) yang bercorak batik, adapun bebet (kain pelapis seperti pada pakaian adat Melayu) dapat diganti dengan sarung dan tidak harus motif batik. Semua kegiatan begawe beleq dipusatkan di bale adat. Bale adat dijaga dan disakralkan hingga kini oleh orang Bayan, orang luar Bayan jika ingin masuk harus berpakaian adat dan diantar pemangku adat.

Saat pelaksanaan begawe beleq kaum perempuan bertugas di dalam bale adat menyiapkan perlengkapan do’a (daun sirih, dupa, kain-kain), sedangkan kaum lelaki di luar bale adat mencari bambu, memanjat mengupas dan memeras kelapa, memotong kerbau, dan memasak nasi.

Selain untuk menjaga adat, penyelenggaraan antara warga adat Bayan begawe beleq dimaksudkan untuk membantu warga yang kekurangan ekonomi dan tidak mampu melaksanakan upacara adat sendiri. Oleh karena itu begawe beleq juga berfungsi untuk solidaritas antar warga Bayan. Ketika begawe beleq digelar, Desa Bayan akan terlihat ramai dan meriah, karena setiap rumah yang melaksanakan acara adat, akan dihias dengan janur kuning (daun kelapa), didatangi sanak kerabat, masak besar di depan rumah, meriyap (makan bersama) daging kerbau (adat Bayan tidak mengenal potong sapi atau kambing, hanya ayam dan kerbau), dan dihibur gendang beleq. Penonton pun berdatangan dari luar desa, banyak pedagang menggelar dagangannya di sepanjang jalan desa Bayan. Selama seminggu, Desa Bayan ramai seperti layaknya pasar malam, berbagai acara digelar dengan meriah.

B. Peralatan,Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penentuan waktu untuk melaksanakan upacara adat bagi masyarakat Bayan sangatlah selektif dan penuh pertimbangan. Waktu pelaksanaan ditentukan dalam rapat antara pemangku adat dan para kyai. Bagi masyarakat Bayan, melaksanakan adat tidak sesuai dengan tuntunan adat akan mendatangkan bencana. Yaitu berupa teguran dan hukuman dari papu’ balu’(nenek moyang) mereka.

Waktu tetap pelaksanaan begawe beleq tidak ada, hanya jika ada beberapa keluarga yang ingin melaksanakannya baru akan dihitung hari, bulan dan tahun yang baik. Tempat pelaksanaan dipusatkan di bale adat Bayan yang terletak di tengah-tengah dusun Bayan Beleq.

Peralatan yang harus disediakan dalam pelaksanaan begawe beleq meliputi :
  • Air sakral
  • Padi adat
  • Kerbau 
  • Peralatan merosok (potong gigi)
  • Peralatan potong loloq (sunat)
  • Peralatan mbeit aik (mengambil air)
  • Peralatan potong kerbau
  • Peralatan tumbuk padi
  • Musik gendang beleq
  • Minuman tradisional brem
  • Tembakau dan kertas linting
  • Kemenyan
  • Gamelan adat
  • Sesajen
C. Proses Begawe Beleq 

Secara khusus, begawe beleq dipimpin oleh para kyai dan para pemangku adat. Adapun masyarakat umum akan membantu mengerjakan tugas-tugas sesuai perintah dari pemangku adat. Saat proses pelaksanaan upacara begawe beleq, warga yang menyelenggarakan harus hadir di bale adat. Upacara begawe beleq dibiayai oleh seluruh warga yang menyelenggarakan dengan cara patungan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Namun biasanya, karena mereka bersaudara, maka saudara yang kaya dibebani biaya lebih banyak.

Proses pelaksanaan begawe beleq secara umum terbagi dalam tiga tahap, yaitu:

1. Persiapan

Persiapan dimulai dua hari sebelum hari pelaksanaan begawe beleq. Diawali dengan membaca mantra dan membakar kemenyan oleh seorang kyai, diteruskan dengan membersihkan dan menghias bale adat yang dilakukan oleh masyarakat dan dipimpin oleh pemangku adat. Masyarakat biasanya dibagi beberapa kelompok, ada yang mencari bambu, mencari daun kelapa yang kering dan yang masih muda (janur), menyapu halaman dan bagian dalam bale adat. Setelah bersih dimulai menghias bale adat, dengan memasang bambu, membuat atap dengan daun kelapa kering, membuat rumbai-rumbai dari janur yang digantung di bambu, serta memberi wewangian.

Di sekitar bale adat terdapat empat berugaq (pendopo tradisional Sasak), berugaq-berugaq ini difungsikan untuk tempat duduk para tamu dan orangtua-orangtua Bayan. Di antara berugaq-berugaq itu ada yang dipakai untuk tempat menata gamelan adat, dan dipasang bambu-bambu untuk menggantung kepala kerbau. Ada juga berugaq yang dihias seakan kamar penganten, ditutup kain putih, hiasan janur kuning, kipas angin, dan kelapa-kelapa tua, sebagai tempat potong loloq dan merosok. 

2. Pelaksanaan

Begawe beleq dilaksanakan kurang lebih selama seminggu. Selama pelaksanaan begawe beleq semua orang yang ikut diwajibkan memakai sapo’ dan dodot. Perlu diketahui bahwa setiap hari dalam seminggu, adat begawe beleq tidak dilaksanakan sehari semalam penuh, akan tetapi hanya pagi sampai sore, siang sampai sore atau malam sampai pagi. Namun acara mbeit aik (ambil air) dan mencuci beras dilakukan setiap malam, dari sore sampai selesai. Berikut rincian pelaksanaan begawe beleq :
  • Hari pertama dari pagi sampai siang. Diawali acara pembukaan berupa pembacaan doa dan sambutan-sambutan yang dihadiri oleh tamu undangan dari desa tetangga dan wakil pemerintah, dengan sekali waktu dimainkan gamelan adat. Saat senja dilanjutkan prosesi mbeit aik (ambil air) oleh kaum perempuan. Saat melakukan tugas ini mereka harus memakai pakaian adat yaitu kain batik dililitkan sampai atas payudara. Selanjutnya mengambil padi di lumbung adat. Sejak dahulu masyarakat Bayan telah menyiapkan padi khusus untuk acara adat yang disimpan di lumbung adat. Padi ini berasal dari masyarakat yang menyumbang, kadang pemberian wajib masyarakat untuk keperluan adat.
  • Hari kedua malam hari, diisi dengan memainkan gemelan adat dan membaca lontar.
  • Hari ketiga siang hari, memotong kerbau, kemudian dagingnya dibagikan pada orang sekampung Bayan, serta meriyap (makan bersama) di bale adat. Kerbau didapatkan dari syarat adat yang harus disediakan oleh masyarakat, ketika ingin melaksanakan upacara adat.
  • Hari keempat malam hari. Membaca lontar dan sekedar duduk-duduk di bale adat sambil minum brem sampai malam. Lontar ini dibaca seperti membaca mantra, sehingga terdengar seperti suara pendeta Hindu membaca mantra.
  • Hari kelima pagi hari. Diisi dengan persiapan Merosok, yaitu memotong gigi bagi para dedare (remaja) dan tarune (gadis).[3] Diawali dengan mengundang dan mendandani dengan pakaian adat para tarune dedare, kemudian didoakan oleh kyai, dan dipanggil satu persatu ke berugaq yang sudah disiapkan untuk di merosok.
  • Hari ke enam pagi sampai sore. Diisi oleh upacara potong loloq. Ketika subuh sang anak yang mau dipotong loloqnya disuruh berendam dikali. Ini bertujuan agar loloq jadi beku sehingga nanti dapat mengurangi rasa sakit saat dipotong. Selanjutnya sang anak didandani pakaian adat lengkap, dibawa ke perbatasan desa, dari sana dinaikkan ke kursi yang sudah dihias, dipanggul dan diarak sambil diiringi gendang beleq sejauh kurang lebih satu kilo meter menuju bale adat. Sebelum dipotong loloqnya, pada pergelangan tangan dan kaki sang anak, digantungkan kepeng bolong (uang receh yang lubang tengahnya), agar tidak diganggu makhluk halus. Setelah didoakan oleh kyai, dimulailah prosesi potong Loloq.
3. Penutupan 
 
Penutupan adat begawe beleq dilaksanakan di hari ke tujuh saat sore hari. Dibuka dengan acara selamatan di bale adat yang dipimpin oleh pemangku adat dan dihadiri oleh para kyai serta masyarakat. Setelah selamatan usai, semua bubar begitu saja pulang ke rumah masing-masing. Seketika bale adat menjadi sepi, pembersihan bale adat akan dilakukan dua atau tiga hari setelahnya.

D. Doa-doa

Dalam adat begawe beleq, kyai membaca doa dengan bahasa Arab, sedangkan pemangku adat memakai bahasa Sasak. Do’a yang dipakai adalah doa selamat dan doa meminta izin kepada Gusti (sebutan orang Bayan kepada Tuhannya) dan masyarakat yang hadir (untuk bersaksi dan meminta keikhlasan), untuk melaksanakan acara adat. Ketika membaca do’a selalu ditemani dengan kemenyan dan kendi (tempat air dari tanah) untuk berkumur. Di antara do’a yang di baca, jika dibahasa Indonesiakan seperti berikut ini;

Sebelumnya kyai akan berkumur dengan air kendi dan membuang air bekas kumurnya ke tanah sebanyak tiga kali, selanjutnya mengucap:
Assalamu’laikum, membaca bismilah dan solawat
Gusti bumi, Bapak bumi, Ibu bumi, yang menguasai alam semesta. ini kami anak-anakmu, mau mengerjakan adat begawe beleq, mohon diberkahi, semua kami jalankan sesuai perintahmu, mohon ini diterima..ya
Kemudian dijawab oleh masyarakat yang hadir
Ya..
Lalu kyai mengucap lagi
Assalamu’alaikum…
Selanjutnya kyai berkumur lagi dan membuangnya sebanyak tiga kali, mengusap muka dan menyalami masyarakat yang dekat dengan tempat duduknya.

E. Nilai-nilai

Sebagai sebuah acara adat yang wajib dilakukan, begawe beleq mempunyai nilai-nilai bagi masyarakat Bayan.
  • Nilai pengabdian pada gusti (Tuhan). Melaksanakan adat dan aturan adat bagi masyarakat Bayan adalah bentuk pengabdian kepada gusti (Tuhan). Dengan mengabdi kehidupan mereka akan selamat. Sebaliknya, jika tidak melaksanankan adat berarti kehidupan mereka akan terancam bencana. Mamiq pernah bercerita bahwa penduduk yang tinggal di dekat hutan adat pernah terlanda banjir, karena tidak mematuhi aturan adat dalam menebang pohon. Peristiwa ini dimaknai masyarakat sebagai teguran bahwa adat harus dijaga dengan menjaga alam agar tetap baik.
  • Nilai kenyamanan batin (jiwa). Menjalankan adat berarti menenangkan jiwa. Masyarakat Bayan merasa tidak nyaman hidupnya jika tidak menjalankan adat walaupun kadang dirasa berat karena memerlukan biaya banyak. Keterikatan dengan adat dan nenek moyang tampaknya membuat orang Bayan merasa ada yang kurang dalam dirinya, jika tidak melaksanakan adat.
  • Nilai kebersamaan. Pada pelaksanaan begawe beleq, semua proses upacara dilakukan secara bergotong royong oleh seluruh masyarakat Bayan. Tentu ini semakin memupuk solidaritas sosial antar mereka untuk terus mempertahankan tradisi papu’ balu’ (nenek moyang).
    F. Penutup

    Begawe beleq merupakan perayaan adat yang menggembirakan bagi orang Bayan, karena adat ini dilaksanakan oleh banyak keluarga dan seluruh desa adat ikut larut didalamnya. Walaupun satu sisi ini sebuah perayaan yang disahkan oleh adat, namun pemerintah mempunyai sebuah pekerjaan rumah, yaitu meningkatkan kesejahteraan ekonomi orang Bayan, dengan terus mempromosikan Bayan sebagai tempat wisata budaya, akan tetapi hasilnya hanya dinikmati oleh pejabat, sementara orang Bayan sendiri tetap miskin.
    (Artikel ini pernah dimuat di www.Melayuonline.com)

    Daftar Pustaka
    • Budiwanti, Erni. 2000. Islam Sasak, Wetu Telu Versus Wetu Lima. Yogyakarta : Kanisius
    • Saroenggalo, Tino. 2008. Ayah Anak Beda Warna, Anak Toraja Kota Menggugat. Yogyakarta : Rumah Budaya Tembi.
    • Suhartono. 1970. Pengaruh bangsa-bangsa di Lombok. Buletin no 3 Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
    • Turner, Victor. 1967. The forest of Symbols : Aspects of Ndembu Ritual. London : Cornel University Press.
    • Winangun, Wartaya Y.. 1990. Masyarakat Bebas Struktur, Liminalitas dan Komunitas menurut Victor Turner, Yogyakarta : Kanisisus.
    Catatan kaki:
    • Bayan adalah nama kecamatan, terdiri dari delapan desa yaitu desa Bayan, Loloan, Sambik Elen, Akar-akar, Senaru, Ancak, dan Mumbul Sari. Bayan sendiri terdiri dari tiga dusun yaitu Bayan Timur (disebut juga Bayan Beleq, karena jika acara adat semua desa berkumpul di Dusun ini), Barat, dan Bayan Baru.
    • Stratifikasi sosial bangsawan Lombok terbagi menjadi tiga yaitu Raden untuk bangsawan yang tinggal di Bayan, Lalu untuk bangsawan Lombok secara umum, dan Tuan Guru untuk bangsawan Lombok dalam bidang keagamaan. Sedangkan Mamik adalah sebutan pengganti untuk bangsawan Sasak, baik yang bergelar Lalu atau Raden. Raden adalah sebutan untuk bangsawan Bayan laki-laki dan Dende untuk bangsawan perempuan. Jikalau menilik referensi yang ada, di dalam kitab Negarakertagama memang pernah tertulis bahwa kekuasaan Majapahit pernah sampai di pulau Lombok. Suhartono (1970) dalam tulisannya di Buletin kebudayaan UGM menyebutkan bahwa penduduk Sembalun yang mendiami sisi barat Gunung Rinjani mengaku keturunan Majapahit.
    • Kritik dan keluhan terhadap besarnya modal untuk melaksanakan upacara adat tradisional ditulis salah satunya oleh Tino Saroenggalo (2008) dalam bukunya “Ayah Anak Beda Warna, Anak Toraja Kota Menggugat”. Buku ini mengkritik upacara kematian adat toraja yang dirasa memberatkan dirinya dan keluarganya. Tino mengusulkan agar dilakukan redefinisi tata cara dan perlengkapan adat agar tidak memberatkan, karena itu justru menyengsarakan pemeluknya. Di Bayan saya tidak menemukan hal yang demikian, keluhan hanya terjadi pada orang luar yang ingin menikah dengan dedare Bayan. Keluhan disampaikan karena karena orang luar harus menyiapkan minimal tiga belas ekor kerbau untuk menikahi dedare Bayan.
    • Turner (1967) menyebut potong gigi dan sunat perempuan sebagai ritus perjalanan (rites of the passage) hidup yang harus dilakukan pada suku-suku tradisional. saat melaksanakan ritual ini sebenarnya mereka dalam posisi ambang (liminal). Lebih lanjut dapat di baca dalam buku Wartaya Y. Winangun. 1990. Masyarakat Bebas Struktur, Liminalitas dan Komunitas menurut Victor Turner, terbitan Kanisius Yogyakarta.














    Komentar

    Postingan Populer