Taman Perdamaian

Oleh Empuesa

Kota selalu identik dengan ruang-ruang ekonomi. Mall, pertokoan, perkantoran, pasar, atau bank, selalu bertambah dan menjadi ikon kota. Karena itu kota dianggap modern dan maju. Berkebalikan dari desa yang sepi dari penanda kota. 

Kota juga penuh sesak dengan permukiman warga. Yogyakarta misalnya, penuh sesak dengan kos-kosan mahasiswa. Mereka datang dari seluruh Indonesia—bahkan dunia. Jumlahnya ratusan hingga ribuan. Terkadang jumlah itu berbanding terbalik dengan kelulusannya.

Jogja saat ini juga pengab dengan polusi. Warga lebih memilih naik kendaraan bermotor pribadi daripada kendaraan umum. Bus kota sepi penumpang. Bahkan, satu keluarga terkadang memiliki kendaraan pribadi melebihi anggota keluarganya. Kaya dan berlebihan. Akibatnya, jalan raya macet. Pengguna jalan raya pun mudah emosi dan semaunya.

Ketika kota penuh sesak dengan gedung-gedung, permukiman warga, dan polusi udara, maka ruang terbuka hijau menjadi dambaan warga. Ruang publik adalah keniscayaan dalam kehidupan bermasyarakat. “Firdaus” di dunia.

Menikmati Taman

Penguasa seharusnya demikian. Sekitar dua minggu yang lalu, Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (SKPBL-DIY), menata kembali Ruang Terbuka Hijau Kawasan Taman Perdamaian yang berlokasi di Prambanan, Sleman. Tepatnya, di sisi timur terminal Prambanan atau halte bus TransJogja Prambanan. Ruang publik pun terwujud.

Taman Perdamaian ini berbentuk segitiga memanjang. Di dalam taman terdapat tugu, seperti tugu Jogja, setinggi lebih kurang lima meter. Pada setiap empat sisi tembok tugu, terdapat relief sepasang tangan yang saling menjabat dengan latar belakang bola dunia dan peta Indonesia serta pagar. Pada salah satu bagian tembok tugu, terdapat prasasti bertuliskan Pada hari Kamis Pon 5 Juni 1986 di tempat ini ditanam pohon Keben untuk pelestarian keserasian lingkungan hidup bagi perdamaian dunia dan di bawah tulisan tersebut terdapat tanda tangan Wakil Gubernur Kepala Daerah Propinsi DIY P.A.A Paku Alam ke VIII. Di puncak tugu terpahat patung bola dunia dan burung Garuda mengepakkan sayap yang di topang oleh dua telapak tangan terbuka.

Meskipun warga tidak tahu betul bagaimana sejarahnya, dari prasasti di ataslah mereka menamai taman ini. mereka juga suka menyebut dengan taman nggon lungguhan, taman untuk duduk. Taman ini dahulu terlihat tidak terawat, hanya ditumbuhi tanaman liar, pagar taman rusak di sana-sini, dan bau pesing serta kotor, taman remang-remang. Namun sekarang, taman terasa sangat nyaman, bersih, aman, strategis, terang oleh lampu-lampu taman yang unik, dan enak dilihat.

Mengelilingi tugu, terdapat bangku-bangku dari semen bercat hitam. Sepanjang taman juga terdapat bangku-bangku itu. Di sekelilingnya, pohon-pohon dan bunga-bunga yang indah. Jika siang hari pun, taman terasa teduh, karena pohon-pohon besar melindungi dari sengat terik matahari. Lantai taman terbuat dari batu semen yang dicetak rapi berwarna putih kapur.

Setiap malam minggu atau libur, terdapat beberapa keluarga dengan anak-anak mereka, ramai duduk-duduk sambil bercanda. Sebagai ruang terbuka, Taman Perdamaian ini memang sangat cocok untuk bersantai, bermain, berolahraga pagi hari, atau hanya sekedar duduk-duduk menghirup udara segar bersama keluarga, saudara, maupun pasangan. Taman yang indah dan damai.

Lokasi taman yang dekat dengan pasar juga sangat menyenangkan. Di sekitar taman, banyak sekali penjual makanan dan minuman. Kala jam sembilan malam, banyak truk berjajar, menurunkan sayur segar yang baru datang dari pedesaan Yogyakarta.

Taman juga sangat dekat dengan terminal Prambanan dan shelter bus Transjogja Prambanan. Posisi yang strategis ini menjadikan Taman Perdamaian sebagai titik pemberhentian untuk melepas lelah Anda, sekaligus terusan untuk Anda melangkah ke lokasi wisata yang ada di sekitar taman, seperti Candi Prambanan, Boko, Sewu, atau Ijo. Taman persinggahan.

Memahami Simbol

Secara kebudayaan, manusia dikenal dengan homo symbolicum. Ernest Cassirer, seorang ahli bahasa Prancis itu menyebut animal symbolicum. Binatang yang berkomunikasi dengan simbol. Kata sendiri adalah simbol. Begitu juga dengan lukisan, relief, atau grafiti. Simbol menjadi cara termudah manusia memahami sesuatu. Simbol juga merupakan cara termudah manusia melupakan kemanusiaannya. Terjebak oleh simbol.

Keberadaan Taman Perdamaian adalah sebuah simbol. Nama Taman Perdamaian menjadi penanda bahwa taman tersebut hendaknya dijadikan pengingat masyarakat Yogyakarta agar selalu bersatu. Sepasang tangan yang saling menjabat menjadi penguat bahwa mereka harus saling berkasih mesra antarsesama. Bersatu dalam damai.

Relief bola dunia dengan peta Indonesia menegaskan makna bahwa persatuan untuk bangsa, bukan hanya untuk Yogyakarta semata (primordialisme). Relief pagar yang melingkupi peta dunia mengandung makna yang sama, bahwa persatuan dan kesatuan harus dalam batasan bangsa dan negara. Puncaknya ada pada patung bola dunia dan Garuda berkepak yang disangga telapak tangan terbuka. Masyarakat Indonesia yang selalu dinamis dan terbuka. Masyarakat yang dapat mencerahkan diri sendiri dan orang lain. Masyarakat madani.

Pemberian relief dunia ini bukan tanpa alasan. Yogyakarta memiliki latar sejarah sebagai propinsi pemersatu. Perbedaan dan keragaman dihargai di kota ini. Hampir seluruh suku bangsa di Indonesia hidup di Yogyakarta. Mereka adalah para mahasiswa dan pelajar yang menuntut ilmu di Yogyakarta. Yogyakarta sama dengan Indonesia mini. Mereka hidup damai dan berdampingan meski dalam perbedaan bahasa, karakter, perilaku, ekonomi, kulit, agama, atau keyakinan.

Dengan semangat inilah sepertinya pemerintah Propinsi DIY membangun Taman perdamaian ini. Dari Yogyakarta diharapkan pesan damai selalu digaungkan. Dari Yogyakarta diharapkan persatuan dalam keragaman itu selalu praktekkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Taman Perdamaian itu kini telah ada, lengkap dengan simbol dan makna di dalamnya. Sekarang tinggal masyarakat Yogyakarta mengisi, merawat, menikmati, dan menjaganya. Semoga masyarakat tidak terjebak dengan simbol-simbol itu. Terlepas dari ada atau tidaknya taman, masyarakat harus membuat taman sendiri. Bukankah damai ada di setiap orang?

(kolom ini pernah dimuat di www.Jogjatrip.com)





Komentar

Postingan Populer