Sehat dan Sakit dalam Pengetahuan Masyarakat Perdesaan Indragiri Hilir, Riau

Oleh Empuesa

Masyarakat perdesaan Indragiri Hilir memahami, bahwa jika seseorang masih dapat beraktivitas sehari-hari meskipun sedang sakit kepala misalnya, maka orang tersebut tetap dianggap sehat. Sebaliknya, jika seseorang tidak dapat beraktivitas sama sekali, maka dia baru disebut sakit. 
 
1. Asal-usul

Indragiri Hilir (Inhil) adalah salah satu kota kabupaten di Propinsi Riau. Masyarakat perdesaan di kabupaten ini memiliki pengetahuan yang unik tentang sehat dan sakit. Menurut mereka, orang sehat adalah mereka yang tidak terganggu aktivitasnya dengan sakit yang dialami. Sebaliknya, jika ia terganggu dan tidak dapat beraktivitas, maka ia disebut sakit. Pengetahuan ini menyiratkan bahwa mereka menyikapi hidup dengan sederhana dan tidak manja. Hal ini selaras dengan kebiasaan penduduk Inhil yang suka bekerja keras.

Menurut Antropolog Koentjaraningrat dalam bukunya Masyarakat Desa di Indonesia (1984), masyarakat perdesaan di Indonesia memang dikenal memiliki tradisi budaya yang luhur, di mana itu merupakan warisan leluhur mereka. Pengetahuan masyarakat perdesaan Inhil tentang sehat dan sakit ini sendiri juga diperoleh dari ajaran leluhur mereka masa silam. Pasca Islam masuk ke Inhil, ajaran leluhur ini masih terjaga dan tidak banyak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan antara Islam dan tradisi lokal justru saling mengisi dan menguatkan, dan akibatnya pengetahuan ini masih dipercaya hingga sekarang (Noer Muhammad et al, 1986).

Selain pengetahuan dasar tentang sehat dan sakit, leluhur masyarakat perdesaan Inhil juga mengajarkan jenis penyakit serta cara pengobatannya, yaitu dengan menggunakan obat-obatan yang berasal dari alam, seperti ramuan daun-daun dan akar-akar tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar dan hutan Riau. Pengobatan biasanya dilakukan oleh seorang dukun, yaitu seseorang yang dianggap memiliki kelebihan dalam mengobati, dan umumnya keahlian itu juga diperoleh secara turun temurun (UU, Hamidi, 1982).

Pengetahuan masyarakat perdesaan Inhil ini adalah salah satu bukti kekayaan tradisi manusia Indonesia. Koentjaraningrat dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan Indonesia (1970) mencatat bahwa tradisinya yang unik dan sakral menjadi salah satu simbol kesahajaan hidup masyarakat perdesaan. Tradisi ini menjadi cara manusia Indonesia beradaptasi dengan kondisi geografis kepulauan Indonesia. Tradisi juga menjadi media untuk saling bertoleransi antarsesama masyarakat yang berbeda suku, di mana antarsesama manusia dapat saling belajar dan bertukar pengetahuan.

2. Konsep Sehat dan Sakit
Masyarakat perdesaan Indragiri Hilir (Inhil) memiliki konsep tentang sehat dan sakit yang sangat sederhana. Noer Muhammad et al (1983) menyatakan bahwa mereka memahami jika seseorang masih sanggup melaksanakan kegiatan sehari-hari meskipun dalam keadaan sakit kepala atau flu misalnya, maka orang tersebut dianggap sehat. Sebaliknya, jika seseorang tidak dapat melakukan aktivitas apapun, maka dia dianggap sakit. Singkatnya, seseorang dikatakan sehat jika aktivitas sehari-harinya tidak terganggu oleh sakit yang dialami. Dalam hal ini, tampaknya tubuh mereka sangat peka terhadap penyakit apa saja yang masih dapat disikapi sambil beraktivitas.

Sehubungan dengan penyakit, Noer Muhammad et al (1983) meneruskan uraiannya, jika ditilik dari wujudnya penyakit, masyarakat perdesaan Inhil membaginya menjadi dua jenis, yaitu pertama penyakit yang dapat dilihat, seperti luka, patah tulang, atau panu dan kedua yang hanya dapat dirasakan saja, seperti sakit kepala atau perut. Untuk jenis penyakit kedua ini, mereka juga meyakini bahwa terkadang penyebabnya tak dapat dimengerti oleh akal (gaib), seperti tiba-tiba dalam perut seseorang ditemukan sebuah jarum, benang, atau benda-benda tertentu.

secara umum, masyarakat perdesaan Indragiri Hilir meyakini bahwa penyakit-penyakit di atas berasal dari Tuhan. Akan tetapi mereka juga tidak mengesampingkan perilaku makhluk gaib jahat yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit tersebut. Semua penyakit, baik yang datang dari Tuhan maupun tersebab gaib, kecuali mati, mereka yakini pasti ada obatnya. Hal ini diyakini penduduk Inhil yang mayoritas memeluk Islam pada perkataan Nabi Muhammad saw, di mana beliau bersabda “tiap penyakit ada obatnya, apabila seseorang diobati, maka dengan izin Allah ia akan sembuh”.

Seseorang yang mengalami sakit umumnya akan dibawa ke dokter atau membuatkan obat dari ramu-ramuan tradisional agar sembuh. Adapun bagi mereka yang sakit akibat sesuatu yang gaib, akan dibawa ke dukun. Oleh dukun biasanya mereka akan diberi mantra dan ramuan khusus. Hingga saat ini, meski zaman sudah maju, masyarakat perdesaan Inhil masih banyak bergantung pada obat tradisional dan peran dukun (UU Hamidi, 1982).

3. Pengaruh Sosial
Pengetahuan masyarakat perdesaan Inhil tentang sehat dan sakit, merupakan sebuah ciri kebudayaan desa yang unik. Dalam kehidupan sosial, pengetahuan ini berpengaruh pada beberapa hal, antara lain:
  • Sikap sederhana. Pengetahuan tentang sehat dan sakit yang sederhana berpengaruh terhadap pola hidup masyarakat desa yang sederhana pula. Secara psikologis mereka menjadi tidak gampang menyerah pada kondisi tubuh, meski flu, mereka tetap bekerja. Anggapan bahwa itu bukan sakit, justru membuat mereka tidak gampang sakit. Adapun secara sosial, jika ada kegiatan sosial, maka mereka dapat berpartisispasi.
  • Menguatnya iman kepada Tuhan. Keyakinan bahwa semua penyakit pasti ada obatnya dan pasti akan disembuhkan oleh Tuhan, menjadikan masyarakat Inhil semakin bertambah imannya. Sugesti keimanan yang semakin kuat, menjadi obat tersendiri bagi kesembuhan sakit yang diderita, selain juga ditambah dengan obat.
  • Kedekatan pada alam. Kepercayaan masyarakat perdesaan Inhil terhadap ramuan obat-obatan tradisional yang umumnya berasal dari daun-daunan, satu sisi berpengaruh terhadap sikap kedekatan mereka pada alam, karena alam telah menyediakan obat bagi kesembuhan penyakit mereka. Secara sosial hal ini dapat memperkuat identitas sosial mereka sebagai suku Melayu yang memiliki tradisi budaya luhur.
4. Penutup
Pengetahuan masyarakat perdesaan Inhil tentang sehat dan sakit di atas, menjadi sesuatu yang penting di apresiasi kembali, khususnya dalam hal pemanfaatan obat-obatan tradisional berbahan tanaman sebagai obat. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat masyarakat merasa biaya berobat ke rumah sakit dan harga obat mahal. Pemerintah daerah perlu kiranya mendorong masyarakat desa dengan memberikan pelatihan atau kursus pembuatan obat berbahan tanaman yang tumbuh di sekitar lingkungan rumah. 
(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com)
Referensi
  • Koetjaraningrat, 1984. Masyarakat desa di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
  • Konetjaranigrat, 1970. Manusia dan kebudayaan Indonesia. Djakarta: Djambatan.
  • Noer Muhammad et al, 1993. Pengobatan tradisional pada masyarakat perdesaan daerah Riau. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  • UU. Hamidi, 1982. Dukun rantau Kuantan. Pekanbaru: Universitas Riau.

Komentar

Postingan Populer