Busana Pengantin

Secara umum, busana adat pengantin Banjar terdiri dari tiga jenis, yaitu bagajah gamuling baular lulut, ba’amar galung pancaran matahari, dan babajukun galung pacinan. Akan tetapi secara khusus, sebagian orang menyebut ada empat jenis, yaitu dengan tambahan babaju kubaya panjang. 
 
1. Asal-usul

Suku Banjar di Kalimantan Selatan terdiri dari tiga subetnis berbeda, yakni Pahuluan, Batang Banyu, dan Kuala. Ketiga subetnis ini disebut dengan orang Banua dan dikenal memiliki kreasi kebudayaan yang unik dan penuh makna, salah satunya tercermin dalam busana adat pengantin (Sam’ani dkk, 2005; Depdikbud Nasional, 1985/1986). Baik di kampung maupun di kota, busana adat pengantin Banjar masih digunakan dalam perhelatan pernikahan mereka. Meskipun busana adat tersebut telah mengalami penambahan mode dan assesoris, namun realitas ini mencerminkan bahwa orang Banjar masih peduli dalam menjaga tradisi leluhur mereka.

Menurut sejarahnya, secara umum busana adat pengantin Banjar terdiri dari tiga jenis, yaitu bagajah gamuling baular lulut, ba’amar galung pancaran matahari, dan babajukun galung pacinan. Akan tetapi secara khusus, sebagian orang menyebut ada empat jenis, yaitu dengan tambahan babaju kubaya panjang. Busana jenis keempat ini merupakan perkembangan busana adat pengantin Banjar di era modern, dan biasanya dengan tambahan jilbab untuk pengantin perempuannya (Kawang Yoedha, tanpa tahun; Depdikbud Nasional, 1985/1986).

Ketiga jenis busana adat pengantin ini memiliki asal-usul perbedaan yang jauh, baik dari sisi wujud, assesoris, warna, tata cara pemakaian, maupun makna simbolnya. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan terciptanya ketiga busana tersebut. Terlepas dari kontroversi yang ada, perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa leluhur Banjar memiliki daya cipta yang kaya. Busana adat pengantin Banjar menjadi ciri identitas kebudayaan orang Banjar yang berkepribadian terbuka terhadap perkembangan zaman (Depdikbud Nasional, 1985/1986; Sam’ani dkk, 2005).

Busana adat pengantin jenis bagajah gamuling baular lulut menurut sejarah diciptakan leluhur Banjar sekitar abad ke 15-16 M (Masehi) dan diangggap sebagai busana adat pengantin yang pertama. Busana adat jenis ini dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu yang tercermin dari pengantin laki-laki yang hanya bertelanjang dada. Busana jenis yang sama juga dapat dilihat dari daerah Jawa, Bali, Dayak, atau Lombok. Dalam sejarahnya, daerah-daerah tersebut juga mendapatkan pengaruhi kebudayaan Hindu (Kawang Yoedha, tanpa tahun; Idwar Saleh, 1958).

Berbeda dengan jenis yang pertama, busana adat pengantin jenis ba’amar galung pancaran matahari, dipercaya telah diciptakan oleh leluhur Banjar pada abad ke 17-18 M. Busana pengantin jenis ini dipercaya sebagai busana Banjar kedua yang dipengaruhi kebudayaan Hindu dan Islam. Hal ini dikarenakan pada abad tersebut Islam mulai masuk ke wilayah Banjar (Kawang Yoedha, tanpa tahun; Alfani Daud, 1997; Idwar Saleh, 1958; Tim Haeda, 2009).

Sementara itu, busana adat pengantin jenis babajukun galung pacinan dipercaya telah tercipta pada abad ke 19 M. Busana jenis ketiga ini dipengaruhi oleh budaya Arab dan Tiongkok, hal ini terlihat dari wujud busana dan nama pacinan. Pada abad tersebut, suku Arab dan Cina banyak bermukim di Banjar dan berbaur dengan masyarakat asli Banjar. Dalam kehdiupan bermasyarakat terjadi akulturasi perilaku diantara sesama penduduk Banjar (Kawang Yoedha, tanpa tahun; Alfani Daud, 1997; Idwar Saleh, 1958).

Dari semua jenis busana adat pengantin Banjar di atas, jenis ba’amar galung pancaran matahari adalah yang paling populer dan digemari masyarakat, karena wujudnya yang tampak mewah dan wibawa jika dipakai, apalagi saat ini sudah dimodifikasi dengan tambahan assesoris modern, seperti mahkota yang dibuat mewah. Meskipun demikian, sebuah keluarga Banjar yang akan menggelar pernikahan, biasanya akan memilih salah satu dari tiga jenis busana tersebut (Kawang Yoedha, tanpa tahun).

Pemilihan busana biasanya didasarkan pada kesukaan, biaya yang mereka mampu, serta pola pikir mereka (ada yang mau sederhana dan ada yang mau mengkikuti adat seluruhnya). Menurut para perias, pemilihan ini dapat terjadi karena perbedaan selera masyarakat. Selain itu, hal ini justru memudahkan orang Banjar yang ingin menikah, karena mereka memiliki banyak pilihan busana adat yang bagus-bagus dan bersahaja (Sam’ani dkk, 2005).

2. Jenis dan Bentuk Busana

a. Jenis bagajah gamuling baular lulut

1). Pengantin laki-laki

Busana jenis ini untuk pengantin laki-laki terdiri dari beberapa hal, yaitu:
  • Mahkota terbuat dari logam bundar berbentuk dua ekor ular lidi yang melingkar dan kepalanya saling bertemu
  • Baju poko berupa kemeja lengan pendek tanpa kerah. Baju ini merupakan modifikasi sekarang, karena aslinya pengantin laki-laki hanya bertelanjang dada
  • Selawar (celana panjang), tingginya lebih kurang 10 cm di atas mata kaki dengan bentuk kecil bagian bawah, lalu diberi hiasan motif pucuk rebung dari amnik-manik dan mote-mote
  • Tapih (sabuk pendek) bermotif khas binatang halilipan dalam posisi merayap ke bawah berhias sulaman benang emas dan manik-manik atau mote
  • Warna busana kuning cerah, merah atau hijau
  • Hiasan berupa kalung samban, kilat bahu garuda mungkur paksi sedang melayang, pending atau ikat pinggang emas dengan kepala motif gula kelapa, dan keris pusaka khas Banjar berbentuk sempana
  • Hiasan bunga-bunga dari daun nyiur berbentuk halilipan, karang jagung berbentuk belalai gajah yang dipasang di badan bagian depan, mawar dan melati kuncup yang diuntai, dan bunga keris.
2). Pengantin perempuan

Busana jenis ini untuk pengantin perempuan terdiri dari beberapa hal, yaitu:
  • Mahkota terbuat dari logam bundar berbentuk dua ekor ular lidi yang melingkar dan kepalanya saling bertemu. Pada bagian depan diletakkan amar atau mahkota berbentuk kepala ular naga berebut kumala. Sementara itu, pada bagian ekor ular, diletakkan hiasan garuda mungkur paksi ketika melayang. Pada sekeliling mahkota, diberi hiasan kembang goyang yang berjumlah ganjil
  • Sanggul dengan rambut yang dihias kembang goyang dan untaian kuncup kembang melati
  • Udat atau kemben sebagai penutup dada yang dihias manik-manik. Namun, saat ini sudah dimodifikasi dengan torso (penutup kepala yang sudah jadi)
  • Selendang sebagai penutup punggung bagian belakang dan dada
  • Kida-kida atau hiasan berbentuk bulat segilima penutup dada
  • Kayu apu, kain untuk ikat pinggang
  • Tapih berupa sarung panjang dengan motif khas halilipan berhias sulaman benang emas dan manik-manik
  • Hiasan kembang goyang, bonel (anting beruntai panjang), kalung kebun raja, kalung samban pedaka, pending (ikat pinggang), gelang tangan, cincin permata, gelang kaki, dan selop tutup (pada mulanya tanpa kaki)
  • Bunga berupa karang jagung, anyaman janur, mawar dan melati wungkul, malai depan (kalung dari mawar), bunga tangan berupa hiasan bunga dan daun sirih, untaian melati, mawar, dan cempaka.
b. Jenis ba’amar galung pancaran matahari

1). Pengantin laki-laki

Busana jenis ini untuk pengantin laki-laki terdiri dari beberapa hal, yaitu:
  • Laung atau destar
  • Baju dalam atau kemeja putih lengan panjang berenda
  • Jas buka tanpa kancing
  • Celana panjang
  • Sabuk, sarung, atau tapih pendek bermotif khas binatang halilipan yang disulam benang emas
  • Tali wenang yaitu kain berwarna kuning sebagai ikat pinggang di atas sabuk
  • Selop tutup berhias sulaman benang emas dan manik-manik
  • Kembang untuk kalung dari mawar dan kembang diuntai untuk hiasan keris
  • Hiasan berupa kalung emas pancaran matahari, keris pusaka khas Banjar berbentuk sempana, gelang kaki berbentuk akar tatau, dan cincin permata.
2). Pengantin perempuan

Busana jenis ini untuk pengantin perempuan terdiri dari beberapa hal, yaitu:
  • Mahkota amar galung pancaran matahari berupa permata yang tengahnya bermotif buah nanas dan matahari
  • Sanggul berbentuk bulan sabit
  • Baju poko lengan pendek tanpa kerah dan pada ujung lengan dihias manik-manik serta rumbai-rumbai
  • Kida-kida penutup dada berbentuk bulat segilima
  • Kayu apu sabuk selebar lebih kurang 15-20 cm yang berfungsi menutup baju poko dan sarung
  • Tapih atau sarung panjang motif khas binatang halilipan
  • Hiasan berupa kembang goyang berumpun sebanyak 11-13 kuntum, sisir emas berbentuk melati dengan lima kelopak, anting beruntai panjang, kalung cikak, kalung kebun raja, kalung bentuk biji kurma, ikat pinggang emas, kilat bahu berbentuk garuda paksi, gelang tangan berbentuk kembang jepun, cincin berbentuk pagar mayang, gelang kaki, dan selop tutup bersulam benang emas
  • Bunga-bunga berupa karang jagung berjumlah ganjil, kalung dari bunga mawar dan melati yang sedang kuncup, daun sirih buah tangan yang terbuat dari daun sirih dan dihias dengan bunga mawar, janur, serta bunga kenanga yang diuntai.
c. Jenis babajukun galung pacinan

1). Pengantin laki-laki

Busana jenis ini untuk pengantin laki-laki terdiri dari beberapa hal, yaitu:
  • Kopyah alpe setinggi 15 cm berlilitkan surban dan dihias dengan untaian bunga melati yang kuncup
  • Baju gamis dan jubah
  • Selempang berupa kain panjang bersulam benang emas
  • Selop tutup bersulam benang emas
  • Hiasan kalung rantai dari emas, kalung permata yang dirajah ayat Al quran, dan cincin bermata satu dari zamrud.
  • Kembang tangan.
2). Pengantin perempuan

Busana jenis ini untuk pengantin perempuan terdiri dari beberapa hal, yaitu:
  • Mahkota berbentuk setengah lingkaran bertahtakan permata
  • Sanggul galung pacinan berbentuk bulat
  • Kebaya lengan panjang berbentuk cheong sam dan berkerah shanghai, bersulam benang emas dengan motif bunga teratai. Kebaya dipasangkan dengan rok besar berhias sulaman motif Cina dengan taburan manik-manik
  • Hiasan berupa kembang goyang berumpun sebanyak sepuluh kuntum, tusuk konde berbentuk huruf Lam dengan permata batu mulia, tusuk bunga lima buah, tusuk konde berbentuk burung hong beruntai manik-manik 2-4 buah berhias permata, kalung kebun raja dari emas atau permata, kalung rantai panjang, anting-anting, gelang tangan permata, gelang kaki berbentuk belah rotan, cincin permata, dan sisir emas dua buah.
  • Bunga-bunga berupa karang jagung tiga buah, sisir melati lima buah, dan bunga tangan.
3. Nilai-nilai 

Keunikan dan keanggunan busana adat pengantin Banjar, Kalimantan Selatan, sarat akan nilai-nilai penting dalam kehidupan orang Banjar, antara lain:

  • Simbol. Nilai ini tampak dari beragam hiasan yang memenuhi tiga jenis busana adat pengantin Banjar. Simbol ular naga pada mahkota misalnya, dianggap orang Banjar sebagai simbol tingginya derajat pemakainya, karena naga dipercaya sebagai raja ular. Ular lidi menyimbolkan kecerdikan namun tetap rendah hati. Burung garuda paksi sedang terbang melayang menyimbolkan ketangkasan. Bunga mawar melambangkan keberanian, melati melambangkan kesucian, dan melati yang kuncup melambangkan bahwa pengantin perempuan masih gadis (perawan). Sementara itu, binatang halilipan melambangkan sifat rendah hati, jujur, tidak akan mengganggu orang lain kecuali jika diganggu lebih dahulu. Semua simbol-simbol ini dimaksudkan agar kedua mempelai (juga semua orang) mengambil maknanya lalu mengaplikasikan pada dirinya.
  • Seni. Nilai ini tercermin jelas dari wujud ketiga busana adat pengantin yang diciptakan begitu indah dan detil. Sebuah hasil karya yang indah, detil, dan terlihat mewah tentunya membutuhkan kreatifitas seni yang tinggi, tanpa itu semua, maka busana-busana tersebut tidak akan menjadi busana adat. Nilai seni ini juga terlihat dari beragam hiasan yang menempel pada busana, mahkota, dan ikat pinggang yang semuanya terlihat mewah dan semakin membuat elegan pemakainya. Pemakaian warna dan benang emas menjadikan busana-busana tersebut terlihat mahal dan megah.
  • Filosofis. Nilai ini terekam dari makna simbol yang terdapat pada ketiga jenis busana adat. Dari nilai inilah masyarakat Banjar meletakkan busana adat pengantin mereka sangat berharga sehingga mereka menggunakannya untuk perhelatan upacara pernikahan. Dalam konteks ini, nilai filosofis menjadi penguat dan pendorong masyarakat Banjar dengan hasil budaya leluhur mereka.
  • Pelestarian budaya. Sebagai sebuah hasil karya leluhur, maka menggunakan busana adat pengantin dalam setiap perhelatan pernikahan merupakan sebuah upaya nyata terhadap pelestarian budaya. Hal ini sepertinya telah dilakukan oleh para generasi muda Banjar yang peduli terhadap budaya mereka, yaitu dengan memodifikasi busana adat pengantin mereka namun tetap tidak meninggalkan unsur aslinya.
  • Identitas dan solidaritas sosial dan budaya. Busana adat pengantin Banjar adalah satu penanda identias kebudayaan Banjar. Dengan menggunakan busana adat dalam pernikahan, secara imajinatif menjadikan orang Banjar merasa memiliki identitas sosial dan budaya yang kuat dan berbeda dengan suku bangsa lain di negeri. Melalui imajinasi ini, jika sesama orang Banjar bertemu dalam sebuah acara kebudayaan atau pernikahan Banjar, maka akan menambah rasa solidaritas mereka antarsesama orang Banjar. Dalam konteks ini, busana adat telah menjadi media positif bagi persatuan dan kesatuan masyarakat. Hal ini tinggal menjadi tugas budayawan dan pemerintah Banjar untuk memanfaatkannya.
4. Penutup 

Busana adat pengantin Banjar merupakan sebuah peninggalan berharga leluhur orang Banjar. Ketika zaman sekarang banyak keluarga yang cenderung menghelat pernikahan di gedung-gedung megah dengan busana modern (gaun dari Eropa), maka hal ini menjadi ujian bagi keluarga Banjar, apakah mereka akan setia dengan busana adat pengantin peninggalan leluhur mereka atau sebaliknya meninggalkannya. Pemerhati budaya dari generasi muda Banjar tampaknya perlu menjadi benteng pertama dalam memelihara budaya sendiri.

(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com) 

Referensi
  • Alfani Daud, 1997. Islam dan Masyarakat Banjar; Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar. Jakarta: Rajawali Press.
  • Idwar Saleh, 1958. Sejarah bandjarmasin:Selajang Pandang Mengenai Bangkitnja Keradjaan Bandjarmasin, Posisi, Funksi dan Artinja Dalam Sedjarah Indonesia Dalam Abad Ketudjuh Belas. Bandung: Balai Pendidikan Guru.
  • Kawang Yoedha, tanpa tahun. Busana pengantin adat Banjar. Kalimantan Selatan: Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata.
  • M. Gazali Usman, 1994. Kerajaan Banjar: Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam. Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press.
  • Tim Haeda, 2009. Islam Banjar; Tentang Akar Kultural dan Revitalisasi Citra Masyarakat Religius. Banjarmasin: Lekstur.
  • Sam’ani dkk, 2005. Urang Banjar dan kebudayaannya. Kalimantan Selatan: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah.
  • Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, 2010. Menahapi kebudayaan Banjar, “Gasan Sasangga Banua”. Makalah-makalah pada Kongres Kebudayaan Banjar ke-2 4-7 April 2010. Kalimantan Selatan: Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.

Komentar

Postingan Populer