Kisah Ismail dan Tunjuk Ajar Melayu

Oleh Empuesa

Ibrahim dan Ismail adalah sebuah kisah kehidupan dan keharuan. Oleh semua agama langit, Ibrahim dicatat sebagai panutan dalam menyikapi nilai-nilai kehidupan dan ketuhanan. Sementara Ismail, harus rela disembelih ayahnya, Ibrahim. Kisah ini oleh umumnya orang Melayu dimaknai sebagai keikhlasan dan kerelaan keduanya mengorbankan “diri” untuk Tuhannya. Sebuah makna yang juga selalu ditunjuk ajarkan oleh leluhur Melayu. 
 
Kisah Ismail

Ismail adalah putra Hajar, istri Ibrahim yang penyabar. Sejak kecil Ismail memang dikaruniai keajaiban, misteri ketuhanan yang tersingkap. Saat Hajar kesulitan mencari air di Padang Sahara, tiba-tiba kaki Ismail menjejak tanah, lalu muncratlah air, jadilah zam-zam sekarang. Oleh mereka yang beribadah haji, air itu dibawanya pulang, karena dipercaya memiliki kekeramatan.

Saat Ismail remaja, Ibrahim mendapat mimpi agar Ismail disembelih. Ibrahim termenung, menimang dan menafsir mimpi itu. Tuhan tampaknya menguji bagaimana ia menempatkan cintanya pada anak, isteri, harta benda, dan pada Tuhan sendiri.

Ibrahim menguatkan hati, ia pun pergi ke Mekkah untuk menemui Ismail, menyampaikan maksud mimpi itu. Ismail pun menerima ayahnya dengan hangat. Dalam riwayat, para ulama Islam berpandangan, setelah mendengar niat Ibrahim tersebut, Ismail berpesan:
"Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah. Kedua, agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya. Ketiga, tajamkanlah parangmu dan percepatlah pelaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku. Keempat, sampaikanlah salamku kepada ibuku, berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."
Ibrahim pun memeluk Ismail seraya berkata:
"Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah."
Dan setelah kedua tangan dan kaki Ismail diikat, tubuhnya dibaringkan. Saat memegang pisau, kedua mata Ibrahim berlumur air mata. Jiwa kenabian dan kemanusiaan Ibrahim bertarung. Lalu pisau itu diletakkan di leher Ismail, air mata itu semakin deras. Namun, pisau itu seakan tumpul, leher Ismail seakan baja, tak terluka sedikitpun oleh goresan pisau. Saat itu, konon Ismail berucap lagi:
"Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cobalah telungkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku."
Dari leher bagian belakang Ibrahim kembali menyembelih Ismail, akan tetapi pisau itu tetap tidak dapat menembus leher Ismail. Dalam riwayat disebutkan, dalam keadaan bingung Ibrahim, tiba-tiba disamping Ibrahim sudah berdiri seekor kambing. Lalu Ibrahim kembali mendapat wahyu yang memerintahnya untuk menyembelih kambing tersebut. Kisah penyembelihan Ibrahim dan Ismail ini, dalam Islam diperingati sebagai hari Raya Idul Adha. Orang Melayu umumnya menyebut lebaran Qurban. Orang Jawa menyebut bodo korban.

Sementara itu, kebudayaan Melayu mengambil ruh kisah Ismail ini menjadi pelajaran budi pekerti.

Ikhlas dan Rela Berkorban dalam Kebudayaan Melayu

Kebudayaan Islam dan Melayu merekam kisah penyembelihan Ismail sebagai kisah penuh makna. Riwayat tentang keduanya menjadi pelajaran spiritual yang mengagumkan, ikhlas dan rela berkorban.

Dalam sejarahnya, kebudayaan Melayu menempatkan sifat ikhlas dan rela berkorban pada posisi yang luhur dan utama. Tunjuk Ajar Melayu, sebuah buku ajaran budi pekerti dari leluhur Melayu merekam itu semua. Pada bab tersendiri, ajaran ikhlas dan rela berkorban ditulis dalam pantun yang Indah.
Apa tanda Melayu sejati, tulus ikhlas di dalam hati
Apa tanda Melayu sejati, tulus dan ikhlas pakaian diri
Apa tanda Melayu sejati, rela berkorban sampai mati
Apa tanda Melayu sejati, berkorban tidak mengharap ganti
Sebagai sebuah bangsa dengan adat yang luhur, Tunjuk Ajar Melayu memantunkan dengan sangat lirih.
Apa tanda Melayu beradat
Ikhlas bergaul sesama umat
Berkorban pantang diingat-ingat
Menolong orang tiada mengumpat

Apa tanda Melayu beradat
Tulus ikhlas menjadi sifat
Berkorban tidak memilih tempat
Dan dalam konteks keimanan, Tunjuk Ajar Melayu mengajarkan,
Apa tanda Melayu beriman
Tulus dan ikhlas jadi pegangan
Apa tanda Melayu beriman
Hidup dan mati rela berkorban
Mencermati pantun-pantun di atas, sifat ikhlas dan rela berkorban tampak telah menghiasi kehidupan orang Melayu sepanjang zaman. Ketika negeri ini sedang banyak ditimpa musibah dan sarat “penipuan” diri, budi pekerti Melayu penting untuk dikaji kembali.

Dan Selamat Idul Adha 1431 H

(Opini ini pernah dimuat di www.Melayuonline.com)



Komentar

Postingan Populer