Dambus

Dambus adalah sebuah alat musik tradisional yang mirip dengan gitar dan berbentuk seperti buah labu yang dibelah menjadi dua. Pada bagian perut dambus, dibuat lubang dan dikosongkan sebagai ruang resonansi. 
 
1. Asal-usul

Kota Pangkal Pinang merupakan ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Akhmad Elvian, 2005). Masyarakat kota ini memiliki beragam kreasi budaya, salah satunya alat musik tradisional dambus. Di beberapa desa, dambus masih sering dimainkan bersama dengan alat musik lain, seperti biola, gendang, atau seruling. Hal ini membuktikan dambus bukan hanya sebagai alat musik, namun juga identitas budaya.

Dambus adalah sebuah alat musik tradisional yang mirip dengan gitar dan berbentuk seperti buah labu yang dibelah menjadi dua. Pada bagian perut dambus, dibuat lubang dan dikosongkan sebagai ruang resonansi. Lubang ini nantinya akan ditutup dengan kulit kera atau kijang (Taufik Hidayat dan Pupung P. Damayanti, 2006).

Nama dambus mirip dengan alat musik gambus. Kemiripan ini dapat dirunut dari asal-usul keberadaan dambus yang memang datang dari luar Pangkal Pinang. Dambus masuk ke Pangkal Pinang karena dibawa oleh kaum pedagang. Dalam perkembangannya, dambus mengalami modifikasi dalam bentuk dan penyebutannya (A. Ziwar B. Dahlan, 2004). Kesamaan ini membuktikan bahwa kesenian merupakan media yang cair dalam pergaulan kehidupan masyarakat.

Selain sebagai alat musik hiburan, dambus juga berfungsi sebagai musik pengiring tarian dan nyanyian adat khas Pangkal Pinang. Di sela-sela permainan dambus, biasanya juga akan dilantunkan mantera-mantera adat yang membuat suasana semakin terasa sakral. Dalam kondisi dimainkan, perserta upacara adat biasanya akan ikut membaca mantera (Taufik Hidayat dan Pupung P. Damayanti, 2006).

Meskipun mirip dengan gambus atau gitar, jumlah tali senar dan susunan nada dambus berbeda dengan keduanya. Tali senar dambus pada umumnya berjumlah tiga buah, sedangkan senar gitar berjumlah enam buah. Setiap nada terdiri dari dua senar. Senar 1 sama dengan nada F, senar 2 sama dengan nada C, dan senar 3 sama dengan nada G.

Senar 3 adalah nada paling rendah, maka untuk menyetel nada solmisasinya, jika G=1 (do), maka senar ke 2 sama dengan nada 4 (fa) atau C. Mulanya, dambus tidak memiliki grip (petak nada), namun sekarang dambus sudah diberi grip dan jumlah tali senarnya lebih dari tiga. Dari penambahan ini, menyebabkan dambus memiliki banyak nada dan dapat mengiringi banyak nyanyian daerah (Imam Sudarto, 2004; Taufik Hidayat dan Pupung P. Damayanti, 2006).

2. Bahan dan Alat Pembuatan 

Dambus terbuat dari kayu pilihan yang kuat dan tahan lama, yaitu kayu cempedak atau kayu kenanga hutan. Berdasar pengalaman seniman dambus, kedua jenis kayu ini cocok untuk menjadi bahan pembuatan dambus karena suara dambus terdengar nyaring dan merdu.


Sementara itu, alat-alat yang digunakan untuk membuat dambus cukup sederhana, antara lain berupa:
  • Parang untuk menebang pohon;
  • Pahat untuk membentuk dambus;
  • Palu untuk memahat;
  • Pisau raut untuk menghaluskan badan dambus;
  • Gergaji untuk memotong kayu.
3. Proses Pembuatan 

Proses pembuatan dambus cukup rumit karena memerlukan waktu yang cukup lama dan membutuhkan ketelitian. Selain harus cermat dan hati-hati, membuat dambus memerlukan kesabaran untuk menghasilkan dambus dengan kualitas yang baik. Meskipun demikian, secara garis besar, ada tiga langkah cara membuat dambus, yaitu persiapan, pembuatan, dan pemeriksaan akhir.


a. Persiapan 

Dalam proses persiapan ini biasanya yang dilakukan adalah mengumpulkan bahan, yaitu memilih kayu, menyiapkan senar, dan alat-alat pembuatan. Cara memilih kayu dilakukan dengan cara melakukan survei ke hutan terlebih dahulu dengan tujuan untuk mencari pohon mana yang sudah siap untuk ditebang. Pohon dipilih yang tidak terlalu tua atau muda. Hal itu dikarenakan agar kayu mudah dibentuk dan dihaluskan serta suara dambus nantinya lebih nyaring.


b. Pembuatan 

Setelah pohon ditebang lalu dipotong-potong sesuai dengan ukuran. Meskipun Dambus dapat dibuat sesuai selera, akan tetapi ukuran dambus biasanya sudah baku, hal ini didasarkan pada umumnya bentuk dambus selama ini.


Setelah dipotong sesuai ukuran, kayu lalu dibentuk menjadi dambus menggunakan pahat dan palu. Bagian badan atau perut dilubangi sehingga kosong dan berbentuk seperti buah labu. Lubang ini berfungsi sebagai ruang resonansi agar bunyi petikan senar berdenting dan berdengung. Lubang-lubang tersebut ada yang ditutup dengan kulit binatang, tapi ada juga yang menggunakan triplek.

Pada bagian atas (ujung senar) dambus, biasanya diberi variasi berupa ornamen kepala kijang. Hal ini bertujuan agar dambus lebih bernilai seni dan enak dipandang. Kijang dianggap sebagai binatang jinak yang indah, bahkan binatang ini menjadi maskot Kota Pangkal Pinang.

Setelah bentuk dambus diperoleh, lalu dihaluskan dengan pisau raut. Langkah selanjutnya adalah memasang senar. Dahulu, dambus hanya terdiri dari tiga tali senar, namun sekarang sudah terjadi modifikasi dan bertambah menjadi empat tali senar.

Setelah semua terangkai dan terbentuk, selanjutnya adalah menyetel tali senar sesuai dengan nada-nada bunyi dambus yang sedikit berbeda dengan nada pada gitar. Setelah itu, dambus sudah dapat digunakan dengan cara dipetik seperti gitar.

c. Pemeriksaan akhir 

Dalam proses ini yang dilakukan biasanya adalah memeriksa nada-nada dambus, apakah sudah benar atau belum. Jika belum, dambus harus disetel terlebih dahulu. Jika dambus ingin terlihat lebih menarik, biasanya akan dicat dengan warna sesuai selera pembuatnya. Akan tetapi, dambus umumnya akan dicat warna coklat atau hanya dipernis sesuai warna kayu.


4. Kelebihan dan Kekurangan 

Dambus memiliki fungsi yang sama dengan alat musik petik lainnya. Kelebihan dambus terletak pada bentuk dan bunyinya yang khas. Alat ini sangat cocok untuk mengiringi musik-musik Melayu dengan alunan musik yang mendayu-dayu. Selain itu, dambus juga sesuai untuk mengiringi musik-musik padang pasir khas jazirah Arab.


5. Nilai-nilai 

Alat musik tradisional dambus mengandung nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat Pangkal Pinang, antara lain:

  • Nilai seni. Nilai ini tampak jelas dari keberadaan dambus sendiri sebagai alat musik serta bentuk dambus yang indah. Dambus sebagai alat musik tradisional Pangkal Pinang dijadikan sebagai media hiburan dan pengiring upacara adat. Selain itu, ornamen kepala kijang pada dambus juga mencerminkan nilai seni. Hal ini dikarenakan kijang merupakan binatang yang dianggap jinak dan indah hingga dijadikan simbol kota Pangkal Pinang.
  • Nilai kebersamaan. Nilai ini tampak dari kebersamaan masyarakat ketika mengikuti upacara adat sambil diiringi musik dambus. Alunan dambus menjadikan masyarakat khusyuk mengikuti upacara dan ketika mendengarkan mantera-mantera yang dinyanyikan. Apalagi ketika masyarakat bersama-sama membaca doa di mana suasana menjadi terasa syahdu. Kebersamaan ini menjadikan dambus tidak hanya dijadikan sebagai alat musik semata, melainkan juga sebagai media pemersatu masyarakat.
  • Nilai pelestarian tradisi budaya. Dambus adalah alat musik tradisional yang wajib untuk dilestarikan keberadaannya. Dambus merupakan salah satu penanda kebudayaan orang Pangkal Pinang yang penting untuk dijaga keberadaannya. Dengan demikian, memainkan dambus merupakan upaya untuk melestarikannya.
  • Nilai sakral. Nilai ini terlihat dari fungsi dambus sebagai salah satu alat musik yang digunakan untuk mengiringi upacara adat dalam membaca doa-doa sakral.
6. Penutup 

Saat ini, dambus dan para senimannya sudah cukup langka. Oleh karena itu, sebagai alat musik tradisional yang memiliki nilai luhur dalam kehidupan orang Pangkal Pinang, dambus penting untuk dilestarikan karena alat musik ini sudah menjadi salah satu wujud identitas budaya orang Pangkal Pinang.


(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com)

Referensi
  • Imam Sudarto, 2004. Dokumentasi musik dan tari tradisional daerah serumpun sebalai Propinsi Kepulauan Bangka. Pangkalpinang: Bidang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pangkalpinang.
  • A. Ziwar B. Dahlan, 2004. Mengidentifikasi karakter musik tradisional Bangka. Pangkalpinang: Bidang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pangkalpinang.
  • Akhmad Elvian, 2005. Pangkalpinang kota pangkal kemenangan. Pangkalpinang: Bidang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pangkalpinang.
  • Taufik Hidayat dan Pupung P. Damayanti, 2006. Permainan dan alat musik tradisional Pangkalpinang. Pangkalpinang: Bidang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pangkalpinang.

Komentar

Postingan Populer