Imlek dan Semangat Pluralisme

Oleh  Empuesa 

Selain barongsai, identitas kebudayaan Tionghoa ditandai dengan dengan tradisi tahun baru yang dikenal dengan sebutan Imlek. Sebelum era reformasi, kaum Tionghoa di Indonesia merayakan Imlek secara diam-diam. Namun, saat ini, Imlek dapat dirayakan dengan terbuka. Keberagaman suku dan budaya di negeri ini kian mengokohkan keberadaan kaum peranakan Tionghoa sebagai bagian dari identitas budaya bangsa Indonesia. 

Perayaan Imlek biasanya dirayakan 2-3 hari sebelum malam tahun baru. Akan tetapi, sebenarnya dalam kebudayaan Tionghoa, tahun baru berlangsung dalam siklus 12 tahun, yakni dimulai dari pertengahan 12 tahun sampai pertengahan bulan pertama dari tahun yang baru tersebut. Siklus 12 tahun ini dalam tradisi Tionghoa dikenal dengan sebutan shio yang secara budaya disimbolkan dengan 12 binatang: tikus, sapi, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet, ayam, anjing, dan babi.

Setiap simbol memiliki makna dan harapan yang berbeda. Simbol ini juga dianggap dapat mencerminkan karakter seseorang. Oleh karena itu, seseorang yang ber-shio babi misalnya, pada tahun babi dipercaya akan mendapat kelimpahan rejeki dan kebaikan. Tahun ini adalah shio kelinci, harapan bagi mereka yang berprofesi sebagai pebisnis, pengacara, diplomat, dan aktor.

Sistem penanggalan Tionghoa tidak hanya mengikuti satu sistem saja, akan tetapi gabungan dari beragam model, seperti sistem kalender Gregorian dan sistem Bulan-Matahari (12 bulan). Selain itu, orang Tionghoa juga menyesuaikan dengan perubahan-perubahan alam dalam 24 musim, seperti musim semi, hujan, dan serangga. Pada masa lampau, sistem ini berguna untuk menentukan musim tanam atau panen.

Dalam bidang ekonomi, umumnya geliat Imlek sudah dimulai sejak sebulan sebelum tahun baru (bulan Februari). Waktu tersebut dianggap momen yang tepat untuk berdagang karena pada bulan tersebut orang cenderung akan mudah mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang keperluan tahun baru.

Sebulan sebelum tahun baru biasanya banyak orang akan pulang ke kampung halaman untuk merayakan tahun baru bersama sanak-saudara. Hal ini berakibat pada padatnya transportasi dan kecenderungan orang untuk belanja buah tangan. Dalam konteks ini, ternyata naluri ekonomi orang Tionghoa sudah terbentuk secara budaya.

Menjelang tahun baru, rumah-rumah orang Tionghoa juga mulai berhias. Lampion dengan beragam ukuran dan bentuk mulai digantung di depan rumah. Guntingan-guntingan kertas warna merah juga ditempel di beberapa ruang rumah. Warna merah merupakan warna khas Tionghoa, karena merah berarti harapan baik. Selain kertas-kertas merah, di beberapa bagian tembok juga ditempelkan beberapa kalimat harapan, kebahagiaan, kekayaan, dan panjang umur di tahun baru.

Seluruh perabot rumah tangga dibersihkan. Bahkan ada pula yang dicat ulang, seperti pintu-pintu dan jendela. Orang Tionghoa meyakini bahwa pembersihan berfungsi untuk membuang segala kesialan serta hal-hal negatif yang terdapat di dalam rumah selain untuk memberikan kesegaran dan jalan agar hawa baik (chi) mengarungi pemilik rumah. Selama hari-hari ini, orang Tionghoa akan sibuk beribadah dan mendoakan leluhur di depan altar.

Perayaan Tahun Baru Imlek biasanya akan diisi dengan beragama kegiatan budaya, seperti menggantung lentera merah, membunyikan petasan, menyembunyikan sapu, atau menempel gambar Dewa Penjaga Pintu. Selain itu, komunitas Tionghoa di berbagai daerah biasanya akan menggelar aneka kegiatan, seperti menggelar pasar murah dengan hiburan barongsai.

Tepat pada malam tahun baru, seluruh keluarga Tionghoa biasanya akan berkumpul di rumah orangtua mereka. Mereka menggelar makan bersama. Dalam suasana gembira, seluruh keluarga akan berbincang-bincang mengisahkan kehidupan masing-masing.

Sejak pagi buta, anak-anak orang Tionghoa sudah bangun dari tidur. Sebagai bukti bakti kepada orangtua, mereka akan mendatangi kedua orangtua untuk memberi salam, memohon maaf, dan meminta doa. Orangtua biasanya akan memberi anak-anak mereka angpau, yakni hadiah berupa uang. Setelah itu, mereka akan saling berkunjung ke rumah saudara-saudara, memohon maaf atas segala salah dan bertukar angpau.

www.MelayuOnline.com dan Semangat Pluralisme
 
Atas dasar semangat keberagaman (pluralisme) dan latar belakang sejarah bangsa, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memberikan kebebasan kepada komunitas Tionghoa di segala bidang, termasuk dalam perayaan Tahun Baru Imlek. Hal ini mencerminkan bahwa meskipun mengalami pasang surut dalam rentang waktu yang panjang, kiprah kaum Tionghoa di negeri ini penting untuk diapresiasi secara positif.

Dengan semangat yang sama pula, www.Melayuonline.com sebagai pangkalan data yang berkonsentrasi pada sektor budaya mencoba mengokohkan keberagaman budaya ini agar terus dipelihara melalui berbagai kegiatan budaya, seperti mengkaji dan mendokumentasikan seluruh kebudayaan Melayu secara online. Cara ini dianggap tepat agar kebudayaan Melayu dapat terus eksis sepanjang masa.

Kebudayaan Tionghoa adalah salah satu kebudayaan tertua di dunia. Persebaran leluhur Tionghoa dipercaya hingga ke Indonesia dan hidup hingga ke pelosok pulau, seperti Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, etnis Tionghoa di nusantara sedikit banyak juga cukup berpengaruh dalam riwayat kemelayuan. Leluhur mereka juga banyak yang menikah dengan suku-suku asli di Indonesia. Keberadaan orang Tionghoa sekarang sudah melebur dalam masyarakat Indonesia, baik dari sisi sosial, agama, budaya, maupun politik. Peleburan ini semakin memperkuat keberagaman budaya yang ada. Akhir kata, selamat Hari Raya Imlek.

(Opini ini pernah dimuat di www.MelayuOnline.com)

Komentar

Postingan Populer