La Mafa, Tradisi Pemburu Paus di Lamalera

Oleh Empuesa 

Potensi bahari di Nusa Tenggara Timur (NTT) bukan hanya indah. Lebih daripada itu, laut yang terletak di pulau Indonesia bagian timur ini penuh dengan tradisi unik masyarakatnya. Salah satu yang eksotis dan penuh nilai menjaga keseimbangan alam adalah tradisi berburu ikan paus. Di Desa Lamalera, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, NTT, tradisi ini masih digelar hingga sekarang. Hal ini membuktikan bahwa mereka masih menjaga tradisi leluhur itu dengan sepenuh hati.

Nenek moyang orang Lamalera memiliki kebudayaan laut yang cukup tua. Mereka berburu ikan paus satu tahun sekali dengan bersenjatakan alat tradisional tempuling (tombak) dan perahu tradisonal paledang. Sang pemburu paus sendiri disebut la mafa, yang berkonotasi pemberani dan penakluk.  

Tradisi berburu paus di Lamalera ini hanya satu-satunya di NTT. Tradisi ini sangat terkenal dan unik karena sudah turun temurun. Berkat tradisi ini, nama Lamalera terkenal hingga ke seluruh dunia dan membuat banyak wisatawan datang berkunjung, khususnya saat musim berburu ikan paus.

Sebagai sebuah tradisi budaya, aktivitas berburu paus di lautan lepas ini didahului dengan ritual berdoa kepada Tuhan dan leluhur. Tujuannya agar berhasil dalam memburu ikan paus dan direstui leluhur. Setelah berdoa, para nelayan berangkat berburu yang dilakukan secara berkelompok.

Dalam kelompok tersebut terlebih dahulu dipilih seorang la mafa, yakni orang pertama kali yang akan menombak ketika menemukan ikan paus. Tentu tugas ini berat dan berisiko, karena itu seorang la mafa harus pemberani dan berpengalaman. La mafa harus memiliki insting yang kuat saat menombak.

Sebelum tombak dilemparkan, ujung tombak diikat dengan tali yang disambungkan ke perahu. Tujuannya agar ketika ikan paus bergerak pergi karena kesakitan, perahu dapat mengikutinya. Ketika ikan paus sudah berhasil ditombak, para pemburu ikan akan mengikuti pergerakannya sampai melemah dan tak berdaya. Saat itulah para pemburu baru menarik ikan ke pantai. Pergerakan ikan yang sudah terluka ini terkadang menyeret perahu hingga ke perairan Kupang. Bahkan, terkadang para pemburu sampai kehabisan bekal karena berhari-hari di laut lepas. Dari sini perburuan ini terasa mencekam dan menantang.

Dalam tradisi ini terdapat sebuah kepercayaan yang unik, yaitu jika ada orang yang jatuh dan tewas saat bertarung melawan ikan paus, hal itu selalu dikaitkan dengan perilaku korban yang dianggap “belum bersih”. Misalnya, sebelum berangkat korban ada masalah di keluarganya dan belum berdamai dengan istri dan anak-anaknya. Atau misalnya korban melanggar adat kampung. Oleh karena itu, nelayan yang akan pergi berburu harus "bersih diri" dan "bersih rumah".

Setelah ikan paus tertangkap, dagingnya akan dibagikan kepada seluruh warga suku sesuai dengan besarnya jasa wakil anggota keluarga mereka dalam proses perburuan. Selain daging, masyarakat juga memanfaatkan minyak paus sebagai minyak urut, bahan obat, dan bahan bakar lentera.

Mencari Generasi Lama fa
 
Tradisi berburu ikan paus di dunia sebenarya sudah dilarang berdasarkan ketentuan konvensi internasional. Meskipun demikian, tradisi perburuan ikan paus di Lamalera tetap dipertahankan karena mereka memiliki pengetahuan lokal tersendiri. Menurut kebudayaan setempat, sejak dahulu nenek moyang mereka telah mengajarkan bagaimana memilih ikan paus yang siap diburu dan mana yang belum. Mereka tidak akan memburu ikan paus yang masih kecil dan yang sedang hamil. Hal ini ditujukan agar populasi ikan paus di perairan Lamalera tidak punah.

Pengetahuan lokal ini menjadi pendorong suku Lamalera untuk terus mempertahankan tradisi ini. Mereka merasa tidak menyalahi konvensi internasional tentang pelarangan berburu paus. Setahun sekali berburu paus bagi mereka adalah sebuah kewajaran, karena selama setahun paus sudah berkembang biak dengan baik.

Tradisi leluhur ini bahkan sekarang mulai diperkuat lagi, di mana para orangtua di Lamalera berusaha keras melatih anak mereka agar kelak menjadi lama fa. Latihan itu dilakukan dengan cara mengajak mereka berburu ketika umur anak mereka sudah mulai remaja. Transformasi tradisi ini terus digalakkan mengingat saat ini sudah sedikit pemuda Lamalera yang mau menekuni profesi menjadi lama fa.

Keengganan generasi muda Lamalera menekuni profesi la mafa tidak terlepas dari budaya modern yang masuk ke kehidupan orang Lamalera. Para pemuda menganggap la mafa sebagai profesi yang berbahaya dan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu. Padahal, sebenarnya la mafa merupakan sosok yang sangat dihormati karena ia dianggap pemberani. Selain itu, seorang la mafa akan menjadi contoh bagi warga suku lain karena dianggap sebagai seorang yang paling bertanggungjawab terhadap keluarga dan suku.

Pemerintah setempat sendiri sudah berusaha menjadikan tradisi berburu paus di Lamalera menjadi festival tahunan, yaitu dengan menggelar Festival Baleo. Sejak tahun 2009 festival ini digelar dan sudah banyak wisatawan domestik maupun mancanegara datang ke Lamalera untuk menyaksikan festival ini. Meskipun festival ini cukup membantu dalam upaya pelestarian tradisi berburu paus, namun para orangtua di Lamalera masih tetap mendambakan lahirnya la mafa-la mafa baru. Karena bagaimanapun tradisi leluhur lebih penting daripada festival itu sendiri.

(Opini ini pernah dimuat di www.MelayuOnline.com)



Komentar

Postingan Populer