Menyantap Jamur Sebagai Gaya Hidup

Oleh Empuesa

Beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan untuk merasakan masakan jamur. Jamur yang umumnya dikenal masyarakat sebagai tanaman liar, ternyata bisa disulap menjadi makanan yang enak lagi bergizi. Di sebuah restoran di Yogyakarta, saya menemukan jamur yang diolah menjadi beragam menu masakan yang menggugah selera. Jamur yang dulu sering dianggap sepele, sekarang menjadi makanan yang mahal. Dari sini, tampaknya jamur telah menjelma menjadi identitas kebudayaan baru dan gaya hidup modern.

Jamur dikenal masyarakat Indonesia sebagai tanaman yang hidup di daerah lembab dan terutama muncul ketika musim hujan. Jamur memiliki beragam jenis. Di antara jenis-jenis itu, ada jamur yang dapat dimakan dan ada pula yang tidak, bahkan beracun. Beberapa jenis yang lain dapat dimanfaatkan sebagai obat.
 
Secara umum, jamur dibedakan menjadi dua bagian, yaitu jamur yang tidak berbahaya dan jamur yang berbahaya. Namun, para ahli jamur sampai saat ini masih belum mengetahui secara pasti berapa jenis yang dapat dimakan serta berapa jenis yang dapat dimakan tapi tidak membahayakan.

Jenis yang tidak berbahaya antara lain suung bulan atau supa barat jamur bulan. Jamur jenis biasanya tumbuh di ladang, kebun, atau di pinggir rumah. Jamur ini berwarna putih kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan dengan batang putih bersih.

Jenis lainnya adalah Supa kelapa atau jamur bulat. Jenis ini belum banyak dibudidayakan. Saat masih muda, tubuh jamur berwarna putih, kadang-kadang putih kekuning-kuningan. Jika sudah tua, bagian dalamnya akan berubah menjadi serbuk yang keluar kalau dipijit.

Ada juga jenis jamur karang yang banyak tumbuh di tanah yang berhumus, seperti pada batang kayu yang sudah lapuk. Bentuk jenis ini seperti karang, berwama putih kekuning-kuningan atau putih kebiruan.

Sementara itu, jenis jamur yang berbahaya antara lain amanita, fly agaric, dan supa upas. Jenis-jenis ini umumnya tumbuh liar di hutan, ladang, atau pekarangan. Jenis ini juga biasa ditemukan di antara daun yang berguguran atau pada tanah humus. Jamur jenis berbahaya ini memiliki bentuk seperti payung, dengan tudung berwarna merah, coklat tua, coklat muda sampai kuning dengan bintik-bintik putih. Jamur jenis ini digolongkan berbahaya karena mengandung racun yang biasa digunakan untuk dilumurkan pada ujung tombak atau senjata tajam lainnya.

Ketika Jamur “Dimodernkan”

Jika dahulu jamur hanya dianggap sebagai makanan yang membahayakan serta memakannya pun tidak dianggap sebagai sebuah keistimewaan, maka di zaman modern ini menyantap jamur adalah sebuah keistimewaan. Jamur ada yang dijual di rumah makan khusus, harganya mahal, dan hanya orang-orang tertentu yang menyantapnya. Dalam konteks ini, jamur telah “dimodernkan”.

Ketika jamur sudah banyak diolah menjadi beragam masakan yang enak dan mahal, jamur menjadi eksklusif. Bayangkan saja, di Yogyakarta, harga rata-rata satu porsi (semangkuk kecil) masakan jamur seperti tongseng jamur, sate jamur, atau jamur saus tiram antara Rp. 8000-10.000, atau mungkin lebih mahal di kota-kota lain. Meskipun tergolong mahal, namun menyantap makanan di sebuah restoran yang bisa disebut berkelas, membuat seseorang akan merasa berbeda dengan, misalnya di warung biasa. Dengan demikian, bukan masalah harganya, tetapi ruang dan kasta sosialnya yang berpengaruh.

Ketika hanya orang-orang tertentu yang menyantap jamur, maka mengkonsumsi jamur bukan lagi hal yang remeh-temeh, lebih daripada itu adalah gaya hidup. Orang yang cukup hanya makan nasi dengan sayur lauk pauk secukupnya akan berpikir dua kali untuk pergi ke restoran untuk menyantap masakan jamur. Bukan masalah mereka tidak punya uang, tetapi karena gaya hidup mereka memilih sederhana.

Selain itu, di zaman modern ini lahir sebuah kebudayaan baru, di mana banyak orang yang merindukan kembali suasana masa lalu. Suasana perdesaan dengan tumbuh-tumbuhan hijau sambil menyantap makanan yang mudah ditemui di desa, semisal jamur, kini mulai “dimodernkan” oleh pengusaha restoran. Oleh karena itu, ketika restoran jamur banyak dibuka dengan nuansa seperti itu, maka hanya orang-orang yang hidup dalam romantisme masa lalu saja yang mau datang ke restoran tersebut. Dalam konteks ini, masa lalu menjadi kenangan yang ingin diulang.

Medan sosial dan romantisme masa lalu menjadi cocok ketika saat ini juga lahir kesadaran baru dari masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Jargon kembali ke alam untuk menghindari beragam penyakit, seperti kanker, liver, kolesterol, diabetes, atau jantung, di mana itu disebabkan oleh gaya hidup yang tidak terkendali, menyebabkan jamur menjadi masakan favorit. Jamur menjadi salah satu pilihan karena bergizi tinggi yang diharapkan dapat mencegah beragam penyakit tersebut.

Jamur tidak lagi diolah dan dihidangkan secara tradisional, tetapi cara mengolah dan menyantapnya pun sudah mencapat sentuhan baru. Ketika itu terjadi, maka orang “biasa” yang menyantap jamur akan meningkat kepercayaan dirinya. Namun, tetaplah pada kemampuan Anda. Karena bagaimanapun, menyantap jamur atau apapun yang mahal adalah sebuah pilihan.

(Kolom ini pernah dimuat di www.JogjaTrip.com)

Komentar

Postingan Populer