Tak Logis Tapi Eksotis

Oleh Empuesa 

Jika seorang anak orang Banjar mengalami sakit panas namun sebentar-sebentar berubah menjadi dingin, atau anak tersebut tiba-tiba berkata tidak karuan, tidak mau makan, dan suka menangis, maka si anak dianggap sedang diganggu oleh roh jahat. Atau, jika ada orang dewasa yang mengalami hal serupa, maka itu dipercaya merupakan teguran dari leluhur karena mungkin orang tersebut melanggar aturan adat.

Teguran itu dianggap tanda jika leluhur tidak senang dengan perilakunya. Gangguan-gangguan tersebut biasanya sulit diobati secara medis. Orang Banjar biasanya akan membawa si sakit ke penamban, penyembuh tradisional dalam tradisi Banjar, Kalimantan Selatan.

Dalam melawan gangguan roh jahat, penamban biasanya akan menggunakan cara tradisional. Kepada si sakit, penamban akan menyemburkan air mantra (basambar), meniup keningnya (batawar), dengan media jarum dan peniti, dan memandikan dengan air pusaka. Semuanya terlihat aneh, namun dipercaya sangat mujarab.

Menyemburkan air putih yang dimantrai dalam bahasa Banjar disebut basambar. Sebelumnya air putih dibacakan mantra, lalu diminum dan disemburkan ke wajah si sakit. Basambar biasanya dilakukan saat senja hari menjelang maghrib yang dianggap sebagai saat pergantian hari dan sakral.

Selain basambar, penamban juga menggunakan cara ditiup, mereka menyebutnya batawar. Cara ini menggunakan bahan yang sama, yaitu air putih di gelas dibacakan mantra oleh penamban yang ditiupkan ke dalam air. Setelah itu, air tersebut diminumkan kepada si sakit. Tunggu beberapa saat, si sakit biasanya akan berangsur sembuh. Panasnya pun akan mulai turun.

Roh halus yang jahat juga sering mengganggu anak-anak dengan penyakit seperti sawanan dan kapidaran. Sawanan ditandai dengan adanya benjolan-benjolan di kepala. Badan si anak panas dan kadang dingin menggigil. Sawanan biasa disembuhkan dengan minyak khusus yang dimiliki penamban. Untuk mengobatinya, orangtua si anak harus menebus peniti atau jarum dari penamban. Setelah itu, jarum dan peniti itu direndam dalam minyak khusus tersebut kemudian diusapkan ke kepala anak yang sawanan.

Sementara itu, tanda-tanda penyakit kapidaran yang menyerang anak-anak hampir sama dengan sawanan. Si anak akan menangis dengan sebab tidak jelas, tidak mau makan, dan berbicara tak jelas maksudnya. Pengobatan kapidaran juga harus terlebih dulu menebus jarum dan peniti dari penamban.

Setelah itu, penamban memarut kunyit dan kapur sirih sampai halus, lalu diperas hingga keluar airnya. Jika air yang keluar banyak, maka dikatakan kapidaran air. Sebaliknya, jika air yang keluar sedikit, dikatakan kapidaran darat. Pembedaan itu ini dimaksudkan untuk memisahkan dalam membaca mantra.

Setelah itu, parutan campuran kunyit dan sirih dibacakan mantra sesuai dengan penyakitnya, lalu dibalurkan ke hidung, jidat, kaki, dan tangan si sakit. Proses ini disebut dengan istilah dirajah (dibuatkan tolak bala).

Orang Banjar juga mengenal penyakit yang dianggap sebagai penyakit turunan, seperti karena melanggar adat atau melalaikan suatu benda pusaka. Penyakit ini berupa lupa ingatan atau sakit yang tidak sembuh-sembuh jika diobati. Penyakit ini hanya dapat sembuh jika si sakit dimandikan dengan air pusaka.

Penamban biasanya menggunakan drum atau tajau air yang diisi air kembang mayang dari kelapa. Di dalam air tersebut ikut direndam ikat pinggang pusaka. Ikat pinggang ini dianggap benda bertuah yang hanya dimiliki oleh penamban. Setelah itu, si sakit dimandikan dengan air pusaka tersebut. Biasanya dalam beberapa hari, si sakit akan berangsur sembuh.

Cenderung Tak Logis Namun Eksotis
Dalam ilmu kesehatan modern, pengobatan tradisional memang terlihat tidak masuk akal. Namun faktanya, hanya dengan bacaan doa dan semburan air, si sakit sembuh. Bukankah ini aneh namun eksotis?

Dalam kajian budaya, perilaku masyarakat tradisional memang sulit (bahkan mungkin tidak sesuai) jika dilihat dengan kacamata ilmiah dan modern. Ranah tradisi adalah ranah makna, dan jika dipaksakan dengan pandangan ilmiah, maka sembuhnya si sakit hanya dengan semburan dapat dilihat dari sisi psikologis.

Makna yang terkandung dalam beragam pengobatan tradisional itu adalah bahwa penting bagi manusia untuk menjaga keharmonisan hubungannya dengan makhluk Tuhan yang lain, dalam hal ini adalah makhluk gaib. Makna ini menjadi penting karena makhluk Tuhan memiliki kewajiban yang sama untuk saling menghormati, di manapun mereka hidup.

Secara psikologis, si sakit (mungkin juga orangtua dan keluarga) merasa terlindungi, percaya, dan nyaman oleh keberadaan penamban daripada dokter. Penamban dikenal sebagai pribadi yang tidak meminta bayaran. Di pedesaan, penamban hanya dibayar dengan hasil kebun, bahkan ada yang tidak mau diberi imbalan.

Sisi imbalan ini penting karena di era modern ini, materi menjadi ukuran yang terkadang menghalangi keikhlasan. Padahal, keiklhasan adalah penyembuh yang dianggap paling manjur dalam konsep pengobatan tradisional, dan penamban dapat menjalankan itu, meskipun hidupnya kekurangan. Eksotis bukan?

(Opini ini pernah dimuat di www.MelayuOnline.com)

Komentar

Postingan Populer