Bake' dan Jim

Orang Lombok di Nusa Tenggara Barat (NTB) mempunyai pengetahuan tersendiri dalam memaknai dan menyikapi keberadaan makhluk halus. Secara umum, mereka menggolongan makhluk halus menjadi dua jenis, yakni bake’ dan jim. 

1. Asal-usul

Orang Lombok di NTB dikenal memiliki pengetahuan yang unik tentang makhluk halus. Makhluk halus itu mereka percayai tinggal di tempat-tempat angker, semisal hutan, gunung, pohon kayu besar, atau sekitar kampung tertentu. Makhluk halus tersebut dipahami sebagai makhluk yang jahat dan oleh karenanya, manusia harus berhati-hati jika melewati tempat-tempat yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya makhluk halus (Lalu Wacana, 1985; Ahmad Amin et al., 1978).

Pengetahuan tentang makhluk halus dipercaya telah ada sejak dulu, yakni sejak nenek moyang orang Lombok masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Hingga sekarang, pengetahuan ini ternyata masih ada di dalam imajinasi orang Lombok (Ahmad Amin et al., 1978).

Secara umum, orang Lombok memahami makhluk halus ada dua jenis, mereka menyebutnya bake’ dan jim (bukan jin). Di beberapa daerah, terdapat nama-nama lain, seperti boro-boro, bebei, atau bebodo. Perbedaan nama itu tergantung penduduk suatu daerah menamainya. Seseorang yang diganggu makhluk halus disebut dengan ketemu’. Hal ini salah satunya disebabkan oleh karena orang tersebut tidak izin memasuki tempat tinggal makhluk halus tersebut (Amin et al., 1978; Wacana, 1985).

2. Konsep Makhluk Halus 

Dalam buku yang berjudul Adat istiadat Daerah Nusa Tenggara Barat (1978) disebutkan bahwa orang Lombok memahami bahwa makhluk halus terdiri dari dua jenis, bake dan jim. Baik bake’ maupun jim, keduanya bertempat tinggal di daerah-daerah angker, seperti pohon kayu besar, gunung, atau di sekitar kampung.

Jika seseorang sakit kepala, panas, atau sakit perut, maka orang akan menghubungkannya dengan tempat-tempat tersebut yang baru saja dikunjunginya. Orang tersebut dianggap telah mengalami ketemu’, yakni “dipukul” oleh roh halus yang ada di tempat-tempat tersebut.

Ada dua cara untuk mengobati ketemu’. Pertama dengan bertu’, yakni memilin rambut orang lain atau rambut orang yang sakit tersebut. Lalu, orang yang melakukan bertu’ tersebut berkata; mungkin si anu ketemu’ dengan bake anu, seke’, dua, telu, empat, lima, enam, pitu’. Setelah itu, rambut ditarik dengan keras. Jika terdengar bunyi tok, berarti benar bake’ telah memukul si sakit tersebut.
Jika dengan cara pertama tidak berhasil, maka keluarga akan mengundang belian (dukun). Belian akan meniup kepala si sakit dengan sepah-sepah sirih. Sambil membaca mantra-mantra, belian memijit-mijit pada bagian yang halus dan sakit. Bila dengan cara inipun tidak sembuh, maka si sakit harus “nebus”, yakni memberi sesaji persembahan berupa ayam dan makanan serta lekesan di tempat yang ada bake’nya.

Selain bake’ dan jim, orang Lombok juga mengenal bebei dan bobodo. Di beberapa desa lain, ada pula yang menyebut boro-boro dan ada juga yang memberi nama seperti nama orang, seperti papu’ kesip (kakek kesip). Makhluk halus ini juga tinggal di tempat-tempat angker. Menurut orang Lombok, setiap orang yang berjalan melalui tempat angker tersebut harus meminta izin dengan berucap tabe’ papu’ kesip, yang artinya permisi papu’ kesip.

3. Pengaruh Sosial 

Pengetahuan orang Lombok tentang makhluk halus berpengaruh terhadap kehidupan sosial mereka, antara lain:
  • Menghargai dan menghormati makhluk Tuhan. Secara sosial, pengetahuan ini mengajarkan kepada masyarakat agar menghormati sesama makhluk Tuhan. Bagaimanapun, ibarat orang bertamu, maka tamu harus menghormati pemilik rumah untuk minta izin sebelum masuk ke rumahnya. Oleh karena itu, manusia perlu izin jika masuk ke tempat yang dianggap ada makhluk halusnya.
  • Solidaritas masyarakat. Pengetahuan ini dapat memperkuat solidaritas masyarakat, karena dengan adanya seorang yang ketemu’, maka biasanya keluarga akan mengundang belian lalu melakukan ritual tertentu yang melibatkan banyak orang.
  • Spiritual. Pengetahuan ini secara spiritual berefek pada menguatnya spiritualitas masyarakat, karena belian akan membaca mantra dan doa yang disaksikan oleh banyak orang dalam menyembuhkan orang yang ketemu’.
4. Penutup 

Selain unik dan khas, pengetahuan ini semakin memperkaya pengetahuan orang Lombok dan menjadi bukti bahwa orang Melayu di Lombok yang saat ini beragama mayoritas Islam masih memelihara pengetahuan leluhur. Terlepas dari benar dan salahnya, pengetahuan ini patut diapresiasi.

(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com)

Referensi
  • Ahmad Amin et al., 1978. Adat istiadat daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Depdikbud RI
  • Lalu Wacana, 1985. Upacara tradisional yang berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Depdikbud RI

Komentar

Postingan Populer