Minuman “Sampah” Berenergi Khas Imogiri

Oleh Empuesa

Sampah dalam bayangan umumnya orang adalah barang bekas yang dibuang. Sampah juga identik dengan sesuatu yang menjijikkan atau kotor. Meskipun demikian, tahukah Anda jika di Yogyakarta dan sekitarnya, “sampah” dijadikan nama minuman yang nikmat rasanya? “Sampah” yang nikmat itu bernama wedang uwuh.

Kata wedang (ada pula yang menyebut dengan istilah jarang) dalam bahasa Jawa berarti “air panas”. Sedangkan kata uwuh hampir semua orang Jawa bersepakat mengindonesiakannya dengan arti “sampah”. Istilah wedang uwuh merupakan sebutan untuk minuman yang terdiri berbagai jenis “sampah”, antara lain: kayu atau daun secang, daun ranting cengkeh, daun kayu manis, daun pala, dan jahe. Semua bahan ini jika diseduh dengan air panas, maka akan menghasilkan minuman yang nikmat sekaligus menyehatkan.
 
Wedang uwuh konon sudah dikenal sejak zaman Raja-raja Kerajaan Mataram. Menurut cerita, Wedang uwuh diciptakan secara tidak sengaja. Pada sekitar tahun 1630-an, Sultan Mataram sedang meditasi di salah satu tempat di hutan di Imogiri, Bantul. Dan karena malam itu terasa dingin, Sultan minta dibuatkan minuman teh hangat.

Oleh pembantunya, Sultan dibuatkan teh secang (dari kayu secang) untuk menghangatkan tubuh. Setelah menyeruput sedikit minuman itu, Sultan meletakkannya di bawah pohon. Namun, tiba-tiba ada angin kencang dan dedaunan pohon itu pun berjatuhan. Karena tidak tahu, Sultan tetap meminum teh itu.

Keesokan harinya, Sultan minta dibuatkan teh yang sama, karena teh semalam dirasakannya begitu nikmat. Saat anak buahnya memeriksa gelas yang digunakan Sultan sebelumnya, ternyata penuh dengan dedaunan. Mereka pun akhirnya paham bahwa teh penuh dedaunan itulah yang dimaksud oleh Sultan. Lama-kelamaan, minuman itu terkenal dengan nama wedang uwuh dan menjadi minuman tradisional khas Imogiri

Manfaat Wedang Uwuh

Cara membuat wedang uwuh cukup mudah. Semua bahan cukup diseduh dengan air mendidih atau direbus. Setelah itu, bahan-bahan tersebut akan menghasilkan air berwarna cokelat kemerahan yang merupakan warna dominan dari secang. Jika diminum, maka akan terasa hangat, pedas, segar, dan manis. Meskipun terlihat hanya seperti kumpulan dedaunan dan akar-akaran, wedang uwuh memiliki banyak manfaat yang menyehatkan tubuh, termasuk bisa menurunkan kolesterol.

Dalam tradisi Jawa, sebenarnya dikenal banyak minuman tradisional lainnya, sebut saja wedang jahe, wedang ronde, wedang secang, dan sebagainya. Semua minuman ini memiliki khasiat tertentu bagi kesehatan tubuh. Nah, wedang uwuh merangkum semua manfaat yang ada dalam minuman-minuman tersebut.

Bahan-bahan yang terangkum dalam komposisi wedang uwuh mengandung berbagai khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan. Jahe, misalnya, dipercaya dapat melancarkan peredaran darah. Jahe bersifat antikoagulan (antipembekuan darah) yang lebih manjur daripada bawang putih atau bawang merah.

Jahe juga mampu menurunkan kadar kolesterol karena bisa mengurangi penyerapan kolesterol dalam darah dan hati. Jahe juga dapat menurunkan tekanan darah tinggi dengan jalan mengurangi laju aliran darah perifer (aliran darah tepi).

Sedangkan kayu manis memiliki sifat antioksidan dan membuat rasa wedang uwuh menjadi lebih nikmat. Campuran jahe dan kayu manis dipercaya berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh karena kandungan antioksidannya tinggi serta memperlancar aliran darah. Serutan kayu manis dan cengkeh dapat memberikan aroma sekaligus sensasi rasa yang unik.

Daun pala dipercaya bermanfaat menghilangkan nyeri, meredakan perut mulas karena masuk angin, melancarkan sirkulasi darah, dan mengatasi gangguan pada lambung. Secang atau kayu secang (caesalpinia sappan) dalam kajian kedokteran dipercaya sebagai bahan ramuan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti sipilis, batuk darah, dan radang.

Secang juga dipercaya memiliki kemampuan antioksidan, antikanker, memperlancar peredaran darah, dan melegakan pernapasan. Terakhir, gula batu dipercaya sebagai pemanis yang tidak menghilangkan aroma sekaligus rasa asli bahan-bahan ramuan wedang uwuh.

Romantisme Sekaligus Gaya Hidup

Saat zaman berganti, begitu pula yang dialami wedang uwuh. Jika dahulu minuman ini adalah minuman raja-raja yang kemudian menjadi minuman rakyat, namun, di zaman modern ini, wedang uwuh perlahan tapi pasti sudah menjadi salah satu gaya hidup.

Wedang uwuh sudah banyak dijual dalam bentuk sachet yang praktis. Wedang uwuh juga tidak hanya dijual di warung-warung kecil pinggir jalan. Dari mulai restoran hingga hotel berbintang pun, sekarang sudah menjadikan wedang uwuh sebagai minuman mahal dan penuh sensasi.

Wedang uwuh menjadi penarik wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin menikmati romantisme masa lalu. Wedang uwuh pun menjadi minuman berkelas. Saat ini, sebenarnya bukan hanya wedang uwuh yang dimodernkan dan menjadi mahal. Akan tetapi, tren modernisasi tradisional ini juga banyak terjadi pada pakaian, rumah, makanan, gaya rambut, musik, dan sebagainya.

Di satu sisi, gejala ini adalah positif karena masyarakat dapat mengapresiasi benda tradisional dan menjaga eksistensinya. Namun, di sisi lain, tidak sedikit pula apresiasi yang ada hanya sekadar memenuhi ambisi dan gengsi materi. Dalam suasana modernitas ini, bisakah keduanya tidak saling melemahkan?

(Kolom ini pernah dimuat di www.wisatamelayu.com)





Komentar

Postingan Populer