Nyari Umo

Oleh Empuesa

Nyari umo adalah upacara adat Melayu dari orang-orang Suku Dayak Kadori yang dilakukan ketika membuka ladang baru di hutan (membuka hutan) untuk ditanami padi. Ritual yang merupakan warisan leluhur ini mengandung nilai positif, salah satunya yaitu sebagai bentuk tindakan untuk menjaga keseimbangan alam. Dalam upacara adat ini, digelar juga ritus nyanyian hikayat padi berupa lantunan bait-bait syair yang mencerminkan kegigihan orang Kadori dalam bekerja. 
 
1. Asal-usul

Pedalaman hutan Kalimantan Tengah (Kalteng) menjadi tempt bermukim masyarakat Suku Dayak Kadori yang menganut pola hidup berladang. Tradisi berladang suku yang menetap di sekitar Sungai Paroi ini diwujudkan dalam upacara adat nyari umo yang dilakukan ketika membuka ladang baru di hutan (Kartika Rini, 2005; JJ Kusni, 2001).

Dalam upacara ini, digelar juga ritus nyanyian hikayat padi berupa untaian syair yang mencerminkan bagaimana gigihnya orang Dayak Kadori dalam upaya menemukan ladang untuk ditanami. Ritual ini dianggap sakral karena tidak mudah untuk menemukan ladang yang cocok. Siklus berladang orang Dayak Kadori dilakukan selama satu tahun, menyesuaikan pada musim, karena sistem berladang mereka tidak mengandalkan irigasi dan pengolahan tanah secara intensif. Upacara adat nyari umo lebih banyak mengandalkan pengalaman dan mata hati untuk menangkap pertanda alam (Rini, 2005).

2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Nyari umo digelar seusai musim panen berlalu dan menjelang pembukaan kembali ladang padi yang baru, yakni pada sekitar bulan Maret. Pada masa ini, peladang Kadori biasa menimbun padi, sehingga pada bulan berikutnya mereka memiliki waktu bebas. Waktu luang ini mereka gunakan untuk mencari lahan lain yang akan digunakan pada musim tanam selanjutnya. Upacara nyari umo digelar di lahan yang ada di hutan dan dinilai bisa ditanami padi. Jika mereka tidak menemukan tanda alam bahwa tanah tersebut baik untuk ditanami, mereka akan berjalan lagi hingga menemukan tanah yang sesuai dengan tanda-tanda alam.

3. Peserta Upacara
Pelaksanaan upacara nyari umo dipimpin oleh ketua adat dan diikuti oleh kelompok petani yang akan membuka ladang, diikuti oleh keluarga serta anak istri mereka.

4. Peralatan dan Bahan
Upacara nyari umo memerlukan beberapa peralatan dan bahan-bahan, antara lain: ayam hitam, beras, dan telur. Ketiga bahan tersebut harus lengkap, jika tidak, maka upacara dianggap tidak sah.

5. Proses Pelaksanaan
Secara umum, proses pelaksanaan upacara adat nyari umo meliputi 3 tahap, yaitu: persiapan, pelaksanaan, dan penutup.

a. Persiapan
Semua orang yang akan berpartisipasi dalam upacara ini mengadakan musyawarah untuk menentukan kapan hari yang tepat untuk mencari ladang. Setelah hari ditentukan, mereka kemudian menghadap ketua adat untuk memohon restu. Setelah mendapat restu dari ketua adat, maka segala bahan dan perlengkapan upacara sudah bisa disiapkan.

b. Pelaksanaan
Upacara adat nyari umo dibuka dengan pembacaan untaian syair hikayat padi oleh ketua adat. Hikayat padi, yang mengisahkan tentang kegigihan orang Kadori dalam upaya mencari ladang, dibacakan dengan tujuan untuk memacu semangat para petani. Berikut adalah syair hikayat padi dalam bahasa Indonesia yang diterjemahkan dari bahasa Kadori:

Inilah kata mereka
Yang patut kita tanamkan di tanah yang subur ini,
Apabila sudah tiba saat penanamannya,
Sesuai dengan bulan tegalannya,
Serta petunjuk di langit darimu.
.....................................
Mereka mengayuh perahunya
Barangkat dari tepian,
Mudik menyusuri sungai
Menuju tempat yang subur,
Dan di situ mereka berhenti
Serta menambat tali perahunya di pinggir sungai.

Dari sana para perempuan melangkah
Kakinya berjalan,
Begitu pula laki-laki bersama-sama
Menaiki tebing sungai
Dan berjalan menuju tanah
Yang tinggi dan subur.
Setelah hikayat padi dibacakan, para peladang berjalan mengikuti petunjuk alam, menyimak bunyi-bunyian liar yang ada di sekitarnya, terutama suara burung yang dianggap mengandung pertanda tertentu. Biasanya, orang-orang tua Kadori akan membantu melalui intuisi dan pengalaman untuk melihat tanda-tanda alam selama perjalanan. Ada 5 suara burung yang dianggap pertanda buruk, yaitu suara burung elang, burung katak, burung pahpo merah, burung bahkutuk, dan burung buas. Jika mendengar salah satu dari suara burung-burung itu, maka perjalanan sebaiknya dibatalkan. Hal yang sama juga ketika peladang digigit bithik baho atau semut merah. Namun jika tidak, maka pencarian bisa dilanjutkan.

Jika sudah menemukan tanah yang dianggap cocok, para peladang lalu melakukan komunikasi dengan roh halus, dalam hal ini dengan nabi tanah. Peladang akan bertanya kepada nabi tanah, apakah tanah baik digunakan untuk menanam padi. Setelah bertanya, peladang akan melemparkan kayu inyoi dan kayu bumbum sebanyak tiga kali. Setelah dilempar, panjang kayu itu diukur. Jika kayu bertambah panjang, maka tempat itu bukan merupakan lahan yang cocok, namun jika kayu tidak bertambah panjang, maka tempat itulah yang akan dibuka sebagai ladang.

Setelah menemukan tanah yang cocok, peladang membuat tanda berupa 3 kayu runcing yang ditancapkan menunjuk ke arah ladang, sebanyak 2-3 buah, sebagai tanda bahwa tanah itu sudah ada yang memiliki. Namun, ada kalanya terjadi perebutan ladang. Jika diperebutkan oleh lebih dari satu pihak, dinamakan sambian, lakian, atau sambaan. Apabila ada ladang yang menjadi rebutan, maka tanah itu diyakini tidak menjamin keberhasilan dalam berladang.

c. Penutup
Setelah menemukan lokasi ladang yang cocok, digelar ritual ohtu, yakni memindahkan roh halus yang dipercaya ada di lokasi tersebut. Ritual ohtu bertujuan untuk memohon izin kepada roh halus agar tidak mengganggu. Ritual ini dilakukan dengan memotong ayam hitam dan menaburkan beras. Darah ayam dicampur dengan beras untuk ditaburkan sebagai sesaji bagi makhluk halus. Sisa darah ayam digunakan untuk mengolesi peralatan berladang. Sementara itu, telur digunakan untuk mengasah peralatan berladang dan tanah di lokasi itu dengan tujuan agar ladang tersebut menjadi dingin. Darah ayam dipercaya juga bisa menyuburkan tanah. Orang Dayak Kadori percaya bahwa setelah ritual ohtu dilakukan, maka tidak akan menimbulkan pengaruh buruk ketika pohon-pohon di lokasi baru itu ditebangi.

6. Doa-doa
Dalam upacara adat nyari umo terdapat doa-doa yang dilantunkan, antara lain:
  • Doa permohonan kepada Tuhan agar tanah yang dipilih menghasilkan tanaman padi yang baik dan panen banyak.
  • Doa permohonan izin kepada roh halus di tanah yang baru agar tidak menggangu.
7. Pantangan dan Larangan
Selama berjalan mencari tanah, terdapat tempat-tempat yang harus dihindari, yang disebut dahiyang. Artinya, tempat-tempat itu yang dilarang oleh roh halus untuk dijadikan ladang. Adapun ciri-ciri dahiyang antara lain:
  • Tempat di mana terdapat burung atih yang berbunyi “tit” sekali. Namun, jika bunyi “tit” itu terdengar sebanyak 3 kali, tanah tersebut boleh dijadikan ladang.
  • Jika burung atih terbang jauh dari tempat yang ditemukan, makan tempat itu boleh digunakan untuk berladang. Sebaliknya, jika burung itu hanya terbang rendah atau hanya sekadar lewat, maka tempat itu dianggap tidak cocok untuk berladang.
  • Jika terdengar suara burung elang yang terdengar panjang, peladang tidak boleh berladang di situ. Namun, jika suaranya pendek, peladang boleh berladang di situ.
  • Jika tanah yang ditemukan lengket di parang, maka tanah tersebut tidak bagus untuk berladang. Sebaliknya, jika tidak lengket, maka peladang boleh berladang di tempat tersebut.
8. Nilai-nilai
Upacara adat nyari umo memiliki nilai-nilai tertentu dalam dalam kehidupan orang Dayak Kadori, antara lain:
  • Optimisme. Seusai menjalankan ritual nyari umo, orang Dayak Kadori merasa optimis dengan pola berladang mereka dan padi yang akan dipanen.
  • Menghormati makhluk halus. Salah satu rangkaian dalam upacara nyari umo adalah ritual uhto, yakni ritual yang dilakukan untuk menghormati makhluk halus dan nabi tanah sebagai penunggu di lokasi itu.
  • Memahami bahasa alam. Nilai ini tercermin dari perilaku peladang dalam memahami pertanda alam dari suara atau gerakan burung. Ini merupakan merupakan bagian dari komunikasi sosial khas orang-orang Kadori.
  • Pelestarian tradisi. Nyari umo adalah ajaran leluhur sehingga dengan mempraktekkan ajaran ini, maka menjadi salah satu tindakan juga dalam melestarikan tradisi leluhur.
  • Menjaga semangat suku. Pelaksanaan upacara nyari umo merupakan salah satu upaya untuk menjaga semangat kesatuan suku.
  • Pelestarian sastra tradisional. Nilai ini terlihat dari syair-syair dalam hikayat padi yang mengandung pesan-pesan semangat hidup.
9. Penutup
Upacara adat nyari umo adalah wujud kebudayaan orang Melayu Dayak Kadori yang penting untuk dijaga, karena menjadi salah satu bukti kebesaran bangsa Melayu, khususnya dalam hal ritual adat dan sastra tradisional.

(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com)

Referensi
  • Kartika Rini, 2005. Tempun Petaka Nana Sare. Kisah Dayak Kadori, Komunitas Peladang di Pinggiran. Yogyakarta: Insist Press
  • JJ Kusni, 2001. Negara Etnik: Beberapa Gagasan Pemberdayaan Suku Dayak. Yogyakarta: Forum Studi Perubahan dan Peradaban (FusPAD).

Komentar

Postingan Populer