Melancong ke Taman Narmada

Oleh Empuesa

Saat pertama kali saya melancong, saya langsung jatuh cinta dengan keindahan pulau ini. Pulau ini memang eksotis. Pemandangan alamnya indah. Lautnya apalagi, biru dan airnya bening. 

Saya selalu ingin menceburkan diri, seperti saat mengunjungi pantai Kute di Lombok Utara. Lombok juga dikaruniai Gunung Rinjani yang tingginya kurang lebih 3.726 meter di atas permukaan laut. Selain padang savana yang luas, Rinjani juga menawarkan telaga segara anak yang penuh ikan. Maka dari itu, Rinjani menjadi surga para pendaki, karena mereka tidak perlu susah-susah membawa logistik.
Keindahan Pulau Lombok juga tidak lepas dari kearifan orang-orang Suku Sasak. Dahulu, mereka pernah diperangi oleh Kerajaan Karang Asem dan Kerajaan Klungkung dari Bali. Tidak heran jika jejak kebudayaan Hindu dan Budha masih tampak dari berbagai perilaku hidup orang Sasak. Kebudayaan kedua agama itu bercampur dengan ajaran Islam yang saat ini menjadi agama mayoritas orang Sasak. Persilangan budaya yang indah ini saya lihat jelas pada tradisi merariq (kawin lari), musik gendang beleq, permainan tarung perisean, atau potong loloq (sunatan).
Dalam bidang arsitektur, jejak kebudayaan Hindu Budha di Lombok terlihat dari keberadaan taman Narmada. Saya pun mengunjungi bekas istana Raja Karang Asem ini. Saya beruntung masih dapat melihat taman ini, karena menurut data yang ada, banyak peninggalan sejarah di Lombok yang sudah musnah. Di Lombok sebenarnya terdapat beberapa taman warisan sejarah lainnya, seperti Taman Bidadari, Taman Anyar, Taman Paresak, dan Taman Kelasa. Namun, rata-rata sudah hilang, ada yang sudah dijadikan perkampungan penduduk maupun telah berubah menjadi kebun.
Tidak sulit untuk menuju Taman Narmada karena lokasinya terletak di tepi jalan raya Lombok-Sumbawa. Taman ini berada tepat di depan Pasar Narmada, sekitar 10 kilometer sebelah timur Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Taman seluas sekitar 2 hektar ini dibangun pada tahun 1727 M oleh Raja Mataram Lombok, Anak Agung Ngurah Karang Asem.
Mulanya, taman ini digunakan sebagai tempat upacara Pakelem yang biasa diselenggarakan setiap purnama kelima tahun Caka. Selain itu, Taman Narmada juga digunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga raja saat musim kemarau. Sepintas, saya lihat mirip seperti Taman Sari atau pesanggrahan Ambarukmo peninggalan Keraton Yogyakarta.
Taman Narmada sekarang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan NTB dan telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Taman ini sejak kurun 1980-1988 sudah mengalami beberapa kali renovasi. Beberapa bagian yang sudah lapuk dan rusak, seperti tebing-tebing kolam, taman, pagar, dan pura diganti, namun tetap dipertahankan keasliannya. Vila peristirahatan Raja (Balai Loji) adalah salah satu bangunan yang masih baik kondisinya.
Nama Narmada konon diambil dari kata Narmadanadi, anak Sungai Gangga di India. Semula, nama Narmada hanya merujuk pada air yang ada di pemandian taman ini. Namun, lama-kelamaan menjadi sebutan untuk seluruh kompleks taman. Memang, di dalam taman saya menemukan kolam pemandian dan sumber mata air, dan bagi umat Hindu, air merupakan salah satu unsur suci.  Saat ini, sumber air itu dibuatkan bangunan yang diberi nama Balai Petirtaan. Tirta dalam bahasa Sansekerta berarti air.
Petirtan ini dianggap sebagai pertemuan 3 sumber air, yaitu Suranadi, Lingsar, dan Narmada. Airnya dipercaya berasal dari Gunung Rinjani dan berkhasiat membuat awet muda. Para pengunjung diperbolehkan mandi atau sekadar mencuci muka dengan membayar sejumlah uang. Akan tetapi, pengunjung harus berpakaian adat dan air tidak boleh dibawa pulang.
Taman narmada terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu gerbang utama, telaga kembar, gapura gelang/paduraksa, telaga padmawangi, balai loji, balai terang, patandaan, bangunan sakapat, balai bancingah, Pura Kelasa, dan Pura Lingsar. Selain itu, juga terdapat pesarean, Sanggah Pura dan Balai Pamerajan (kediaman raja).
Saya tertarik masuk ke Balai Terang, bangunan yang juga berfungsi sebagai tempat istirahat atau tidur raja. Bangunan ini masih terlihat asli, berbentuk panggung dari kayu. Bagian atas bangunan dibuat terbuka. Dahulu biasa dipergunakan raja dan keluarganya untuk menikmati pemandangan ke arah Gunung Rinjani. Ini membuktikan bahwa gunung memang menjadi area sakral dalam kosmologi Hindu atau Budha. Pada titik tertentu, raja menjadikan gunung menjadi “sekutunya”.  
Saat saya tengah menikmati pemandangan taman, pandangan saya tertuju pada Pura Kelasa atau Pura Narmada. Saya jadi teringat Masjid Raya Kudus yang berbentuk undak-undakan. Pura ini terlihat unik, karena jika pura di Bali bagian yang paling suci terdapat di halaman belakang. Namun sebaliknya, di Pura Kelasa ini ada di bagian tengah pada undak yang paling atas. Pura ini merupakan salah satu dari 8 pura tertua di Lombok dan tergolong pura umum bagi semua penganut Hindu Dharma.
Selanjutnya saya sampai di Patandaan, yakni 2 bangunan sakapat atau panggung terbuka bertiang empat. Menurut cerita, tempat ini merupakan ruang publik. Dahulu raja sering mengundang kelompok seni untuk pentas. Selain itu, raja juga sering menikmati pertunjukan tari-tarian yang diperankan oleh perempuan-perempuan cantik.
Taman Narmada memang dipenuhi air. Saya menemukan sebuah pancuran air yang disebut dengan pancuran siwak (sembilan). Pancuran ini diapit oleh dua bangunan. Penganut Hindu Dharma dan masyarakat Bayan memperlakukan bangunan ini dengan sakral karena dianggap sebagai pancuran suci, airnya suci dan menyegarkan. Untuk membuktikan, saya pun mencoba membasuh muka.
Kunjungan saya ke Taman ini menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan. Di Lombok saya mendapatkan 2 hal secara langsung, pertama nuansa budaya Bali dan kedua budaya khas Sasak. Banyak orang mengatakan, jika berkunjung ke Bali kita hanya mendapatkan budaya Bali saja. Tapi jika ke Lombok, kita akan mendapatkan apa yang ada di Bali dan yang asli Lombok. Lombok penuh dengan pemandangan laut, gunung, kesenian, pura, adat-istiadat perpaduan Hindu, Budha, dan Islam, serta kuliner khas Sasak, dan Taman Narmada ini seperti mencerminkan itu semua.

(kolom ini pernah dimuat di www.WisataMelayu.com) 



Komentar

Postingan Populer