Mengenal Kota Surabaya Lebih Dekat

Oleh Empuesa

Meskipun terkenal berhawa panas karena dikepung banyak pabrik, Kota Surabaya cukup penting untuk dikenali. Ibukota Provinsi Jawa Timur ini memiliki sumbangsih yang tidak sedikit bagi perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Surabaya menjelma menjadi kota yang terikat kuat dengan sejarah nasional bangsa Indonesia. Maka tidaklah mengherankan jika sastrawan Pramoedya Ananta Toer menjadikan Surabaya sebagai salah satu kota penting dalam Tetralogi Pulau Buru yang fenomenal itu: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Rumah Kaca, dan Jejak Langkah.
Singkat kata, Surabaya adalah Kota Pahlawan yang pernah melakoni kerasnya perjuangan. Dalam rangka Hari Kelahiran Pancasila yang jatuh pada 1 Juni yang baru lalu, saya akan menuliskan kenangan saya saat berkunjung ke kota kelahiran Soekarno, presiden pertama RI sekaligus sang perumus Pancasila.
Sekilas Sejarah Surabaya
Nama dan sejarah berdirinya Surabaya memiliki banyak versi. Konon, kata “Surabaya” sudah tercantum dalam prasasti Trowulan I, berangka tahun 1358 M, yang disebutkan sebagai nama sebuah desa, Churabhaya, yang terletak di tepi Sungai Brantas. Churabhaya juga tercantum dalam kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, yang mengisahkan tentang perjalanan pesiar Raja Majapahit, Hayam Wuruk (1350-1389), yang melewati Desa Churabhaya.
Lebih jauh lagi, beberapa ahli sejarah menduga bahwa Churabhaya sudah ada sebelum tahun 1358 atau 1365 M. Pandangan ini diperkuat dengan penetapan berdirinya Kota Surabaya itu sendiri, yaitu pada tahun 1293 M. Menurut versi yang lain, pada tahun 1275 M, Kertanegara (1254-1292), Raja Singhasari, membangun tempat pemukiman bagi para prajuritnya di sebuah desa bernama Surabaya yang pada masa itu dikenal dengan nama Ujung Galuh.
Nama Surabaya juga kerap dikaitkan dengan cerita tentang duel antara Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Adipati Jayengrono adalah penguasa Istana Ujung Galuh yang mempunyai kesaktian berupa ilmu buaya. Raden Wijaya (1293-1309), pendiri Kerajaan Majapahit, yang khawatir atas sepak terjang Adipati Jayengrono, lantas mengutus orang kepercayaannya, Sawunggaling, yang menguasai ilmu Sura (nama salah satu jenis ikan) untuk menghadapinya. Keduanya lalu bertarung adu kesaktian di pinggir Sungai Kalimas yang membelah Kota Surabaya. Perkelahian yang berlangsung selama 7 hari 7 malam itu berakhir dengan tewasnya kedua petarung itu karena sama-sama kehabisan tenaga. Dari cerita ini, nama Sura dan Baya (buaya) kemudian diabadikan sebagai nama tempat di mana pertarungan itu berlangsung, sekaligus menjadi ikon Kota Surabaya.
Secara filosofis, nama Surabaya dimaknai sebagai perpanjangan dari idiom Jawa berbunyi sura ing bhaya yang “berarti keberanian menghadapi bahaya”. Istilah ini merupakan perwujudan dari semangat setelah pasukan Raden Wijaya berhasil mengalahkan tentara Mongol pada 1293 M. Para pakar berpandangan, filosofi ini berpengaruh pada karakter orang Surabaya yang keras, dan itu sedikit banyak tercermin dari karakter Bung Karno atau Bung Tomo sebagai arek Surabaya yang bersuara lantang melawan ketidakadilan.   
Pada era kemerdekaan, Surabaya menjadi medan pertempuran arek-arek Surabaya melawan pasukan Belanda yang ingin  kembali menduduki Indonesia. Hingga akhirnya, pada tanggal 10 November 1945, arek-arek Surabaya berhasil menduduki Hotel Oranye (kini Hotel Mojopahit) yang dianggap sebagai simbol kolonialisme. Lalu diabadikanlah hari bersejarah itu sebagai Hari Pahlawan.
Wajah Surabaya di Masa Kini
Dari sisi budaya dan wisata, Surabaya memiliki keunikan tersendiri. Misalnya beragam kuliner khas Surabaya hingga kini masih gampang untuk ditemukan. Rujak cingur, pecel, soto, geneman botok, sate, atau rawon, dapat dengan mudah kita temui di Kota Pahlawan ini. Surabaya juga punya jejak kesenian yang sulit dilupakan, meskipun saat ini eksistensinya menyedihkan. Beberapa kesenian tradisional seperti ludruk, ketoprak, wayang, atau dagelan Suroboyoan sudah sulit ditemui. Surabaya juga masih memiliki bangunan-bangunan bersejarah dengan nilai arsitektur yang tinggi. Hotel Mojopahit, Jembatan Merah, atau Stasiun Wonokromo adalah sejumlah bangunan bersejarah yang hingga saat ini masih lestari.
Salah satu ciri kota yang baik adalah tersedianya ruang publik yang mudah dan nyaman untuk diakses oleh masyarakat. Orang yang suka berjalan kaki dan peduli dengan kesehatan lingkungan biasanya akan memilih trotoar dan area pedestrian untuk berjalan-jalan. Inilah yang rupanya kurang dari Kota Surabaya. Saat ini, trotoar di Kota Surabaya justru dijadikan ruang untuk berjualan. Akibatnya, pejalan kaki memenuhi badan jalan yang terkadang menyebabkan macet atau pemicu kecelakaan. Pemerintah setempat sudah berusaha menertibkan hal ini, namun sering kali itu hanya berujung pada penggusuran paksa yang tidak efektif sekaligus kurang manusiawi.
Banyaknya pabrik yang berdiri di Surabaya dan sekitarnya menjadikan kota ini panas dan penuh polusi, sementara pohon-pohon rindang sudah tidak banyak lagi. Surabaya memang dikenal sebagai kota industri yang dipersiapkan sebagai kawasan produksi kebutuhan manusia. Kondisi yang sedemikian memang banyak menyerap tenaga kerja, namun tidak terhitung pula tanah, air, dan tanaman yang dirugikan karena terkena polusi akibat limbah pabrik.     
Surabaya saat ini terlihat terus berbenah membangun kota dan masyarakatnya. Di berbagai penjuru kota, telah ditanam pohon-pohon rindang untuk menetralkan polusi udara. Proses membenahi kota ini tampaknya perlu disertai dengan pembenahan diri Sumber Daya Manusia (SDM). Kota yang indah namun masyarakatnya tidak ramah, tentu juga membuat pengunjung menjadi tidak nyaman berada di kota itu. Sebaliknya, meskipun masyarakat di sebuah kota bersikap ramah, namun penguasa pemerintahan hanya mementingkan diri sendiri, tentu juga akan membuat masyarakat merasa tertindas dan akan berimbas pada para pelancong yang sedang berkunjung.
Dari sini, pembenahan diri SDM terlihat lebih penting. Banyak contoh kota yang indah tapi penuh dengan coretan vandalisme atau lalu lintasnya yang semerawut. Surabaya sepertinya masih belum selesai dengan pekerjaan rumah ini.
Pernah dimuat www.WisataMelayu.com 







Komentar

Postingan Populer