Mari Menulis

Pada zaman modern ini, kegundahan yang sering dirasakan oleh para guru dan pendidik adalah mengenai rendahnya semangat siswa untuk membaca buku, apalagi untuk menulis.

Semakin berpengaruhnya Televisi dan internet yang seharusnya bisa dijadikan sebagai media informasi ternyata tidak berbanding lurus dengan keingintahuan para remaja untuk membaca dan menulis. Para peserta didik justru terlena dengan tayangan gosip dan sinetron di televisi, atau berjejaring sosial ria lewat Facebook atau Twitter di internet, ketimbang membaca dan menulis.

Menulis itu sulit, jika mudah itu hanya bagi orang yang memang sudah mempunyai bakat. Anggapan umum ini sampai sekarang masih menghantui anak-anak remaja sehingga mereka lebih memilih mendengarkan orang berbicara dan menonton televisi. Kalaupun harus menulis, itu pun hanya sekadar untuk Facebook atau Twitter yang sebatas 140 karakter.

Sebenarnya setiap manusia akan mengalami 4 jenjang dalam kemampuan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis atau mengarang. Keempat jenjang ini terjadi secara normal dialami oleh setiap individu, hanya kuantitas dan kualitas tulisannya saja yang berubah dari waktu ke waktu.

Misalnya saat masih Taman Kanak-kanak, seorang murid akan disuruh menuliskan namanya dan orangtuanya. Menginjak SD, mereka diberi tugas mengerjakan pekerjaan rumah. Di SMP dan SMU begitu juga, bahkan para murid diminta memperluas idenya. Lantas, mengapa mengarang menjadi sulit?

Kesulitan itu dialami ketika menulis tidak lagi dijadikan kebutuhan sehingga tidak dilatih terus menerus. Memang, ada orang yang sudah berlatih tetapi tetap saja tidak bisa menulis. Pada kasus ini, masalahnya bukan tidak dapat menulis, melainkan tulisannya tidak sebagus mereka yang sudah terlatih menulis. Oleh karena itu, kuncinya ada pada latihan dan berani mencoba.

Mari menulis.


782010

Komentar

Postingan Populer