Mempertahankan Pasar Tradisional

Oleh Empuesa

Pasar tradisional adalah tempat yang menyenangkan untuk berbelanja, berwisata, dan melihat geliat hidup masyarakat. Di pasar tradisonal, kita bisa menemukan dialog antarsesama pedagang mapun dengan pembeli yang berlangsung alamiah. Setiap hari, apalagi menjelang bulan Ramadhan atau Lebaran seperti sekarang, pasar-pasar tradisional selalu ramai.

Di Yogyakarta, keberadaan pasar tradisional sengaja dipertahankan meskipun mendapat ancaman yang serius dari keberadaan mall, supermarket, atau minimarket waralaba yang kini marak. Memberi peluang kepada pedagang kecil tampaknya menjadi salah satu dasar mempertahankan pasar-pasar tradisional tersebut. Bahkan, di beberapa tempat di Yogyakarta, pasar tradisional telah menjadi obyek wisata yang cukup potensial.

Saat terjadi krisisi ekonomi hebat pada 1998 silam, pasar tradisonal mampu bertahan. Ketika banyak toko dan perusahaan bangkrut, para pedagang di pasar tradisional masih mampu menggerakkan perekonomian rakyat meskipun tertatih. Dalam konteks persaingan global, mempertahankan pasar tradisional dianggap lebih tepat. Di pasar tradisional, perekonomian rakyat akan terus bergerak dan melibatkan banyak orang, dari buruh gendong, distributor, pedagang besar, pedagang eceran, dan seterusnya. Keterlibatan banyak orang ini tentu saja mengurangi pengangguran dan ekonomi rakyat dijamin bisa terus berputar.

Pasar Tradisional Versus Waralaba
 
Di zaman sekarang ini, tantangan terbesar bagi pasar tradisional adalah keberadaan bisnis waralaba. Minimarket waralaba menjamur di banyak tempat di Yogyakarta dan kota-kota lain di Indonesia, sebut saja Indomaret, Alfamart, dan lain sebagainya, di samping supermarket-supermarket besar yang juga menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup pasar tradisional. Apalagi pasar-pasar modern itu hadir dengan tampilan yang lebih bersih, nyaman, pelayanan yang baik, harga yang terkendali, buka 24 jam non stop dan sederet tawaran menarik lainnya. Hal ini tentu saja bisa saja membuat pasar tradisional semakin kehilangan pamor mengingat citra pasar tradisional yang kumuh, bejubel, harga yang sering dimainkan seenaknya, jam buka yang terbatas, dan seterusnya.

Secara lebih rinci, ancaman hadirnya toko-toko waralaba terhadap eksistensi pasar tradisional setidaknya dapat dijabarkan dari beberapa hal. Pertama, toko-toko waralaba buka selama 24 jam tanpa henti. Dengan ini, masyarakat setiap saat dapat datang untuk membeli kebutuhan mereka sehari-hari. Hal ini tentu saja berkebalikan dengan pasar tradisional yang jam operasinya terbatas, biasanya hanya pagi hingga siang hari saja. Kedua, kebersihan tempat toko-toko waralaba lebih terjamin dibandingkan pasar tradisional lekat dengan citra kumuh.

Ketiga, barang yang dijual di toko waralaba cenderung baru dan dijual dengan harga yang sesuai dengan standar, bahkan terkadang lebih murah daripada pasar tradisional. Selain itu, banyak bonus dan diskon yang ditawarkan di toko waralaba sehingga semakin menarik minat pembeli. Keempat, toko waralaba dikemas dalam wujud toko modern, seperti bangunan kaca transparan, plastik bungkusnya khusus, menyediakan pembayaran kartu kredit, kartu anggota, dan lain-lain, yang tentunya semakin membuat pasar tradisional terengah-engah mengikuti perkembangan zaman.

Toko waralaba tentunya juga memiliki kelemahan. Pertama adalah persoalan modal di mana toko waralaba hanya dapat dimiliki oleh orang yang bermodal besar karena untuk mewaralabakan produk yang sudah terkenal, diperlukan biaya dan jaminan kekayaan. Hal ini tentu saja tidak dapat dilakukan oleh kaum pedagang kecil. Kedua, dari sisi peluang lapangan kerja, toko waralaba hanya dapat merekrut sedikit tenaga kerja dalam satu lokasi. Hal ini tentunya berbeda dengan pasar tradisional yang dapat menampung lebih banyak orang untuk terlibat di dalamnya. Ketiga, dalam konteks pemberdayaan rakyat, toko waralaba hanya merekrut karyawan dengan kontrak jangka waktu tertentu, berbeda dengan pasar tradisional yang memberi peluang siapa saja untuk bekerja dan berdagang tanpa batas waktu.

Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
 
Ancaman-ancaman terhadap keberadaan pasar tradisional ini menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Bagi pemerintah, diharapkan tidak mudah memberikan izin pendirian toko waralaba, apalagi itu sengaja didekatkan dengan pasar tradisional atau toko-toko kelontong kecil milik masyarakat. Sedangkan bagi masyarakat, hendaknya tidak terlalu mudah menjual atau menyewakan tanahnya untuk digunakan sebagai lokasi waralaba. Kesadaran akan pentingnya pemberdayaan ekonomi rakyat melalui pasar tradisional harus diperkuat.

Sesuai dengan kecenderungan masyarakat Yogyakarta yang tetap berusaha mempertahankan tradisi budayanya, keberadaan pasar tradisional penting untuk dipertahankan. Pasar tradisional tidak hanya menjadi ruang untuk transaksi ekonomi belaka. Lebih dari itu, pasar tradisional juga menjadi ruang tumbuhnya etika sosial budaya, pembangunan mental manusia, dan ruang berbagi antarsesama manusia. Bagaimanapun, permasalahan hidup tidak seluruhnya dapat diselesaikan dengan cepat seperti yang ditawarkan toko waralaba. Tentang hal ini, kebudayaan manusia Yogyakarta sepertinya memiliki kebijakannya sendiri.

(Kolom ini pernah dimuat di www.Jogjatrip.com )




Komentar

Postingan Populer