Pangkur

Oleh Empuesa 

Kaum petani tradisional di daerah Melayu Jambi umumnya menggunakan alat-alat produksi pertanian yang masih sederhana, seperti pangkur atau cangkul, parang panjang, pengait, sikat sawah, batu asahan, kikir, dan membajak sawah dengan kerbau atau sapi. 

1. Asal-usul 

Jambi dikenal sebagai daerah dengan pertanian yang luas dengan penduduk yang mayoritas petani. Kenyataan ini menjadikan para petani Jambi memiliki alat-alat produksi yang beragam. Meskipun saat ini penggunaan alat produksi pertanian sudah berganti dengan alat-alat modern, namun di beberapa pedesaan Jambi, para petani masih menggunakan alat-alat pertanian tradisional karena efektif dan ekonomis (Tim, 1982; Ibrahim Budjang, et.al., 1990).

Secara umum, jenis persawahan di Jambi ada 3 macam, yaitu sawah payau yang airnya dari sumber air, sawah tadah hujan yang pengairannya mengandalkan air hujan, dan sawah irigasi yang pengairannya bersumber dari mata air atau sungai. Orang-orang Jambi pada zaman dulu umumnya menggunakan alat-alat produksi seperti, pangkur atau cangkul, parang panjang, pengait, sikat sawah beserta kerbau atau sapi, batu asahan, dan kikir. Semua peralatan tersebut dibuat dan digunakan secara tradisional. Sedangkan bahannya diperoleh dari lingkungan hutan sekitar (Budjang, et.al., 1990). 

2. Ragam Jenis Alat Pertanian Tradisional Jambi 

Peralatan produksi pertanian tradisional Jambi ada beberapa jenis, yaitu pangkur (cangkul), parang panjang, pengait, sikat sawah beserta kerbau atau sapi, batu asahan, dan kikir. Berikut adalah penjelasan masing-masing.

a. Pangkur 

Pangkur atau cangkul adalah alat utama pertanian untuk pengolahan tanah di Jambi. Pangkur terdiri dari 2 bagian, yaitu daun pangkur yang terbuat dari besi dan gagang pangkur dari kayu. Daun pangkur biasanya dipesan dari perajin besi. Sedangkan gagang pangkur dapat dibuat sendiri dari kayu yang keras. Ujung gagang pangkur umumnya dibuat melengkung untuk memudahkan dipegang. Panjangnya tidak lebih dari pusar orang dewasa saat berdiri.

b. Parang panjang 

Parang panjang berfungsi untuk memotong atau menebas rumput di sekitar tanaman. Sebutan parang panjang sebenarnya hanya untuk membedakannya dengan parang pendek yang biasa digunakan untuk memecah kelapa. Parang panjang terdiri dari 2 bagian, yaitu badan parang yang terbuat dari besi dengan panjang sekitar 65 cm dan lebar 5 cm dan gagang parang dari kayu pohon bungur, jambu, atau kayu keras dengan panjang 10 cm. Ujung gagang dibuat bulat besar agar saat dipegang untuk menebas tidak mudah lepas.

c. Pengait 

Alat pertanian ini terbuat dari kayu yang lurus dan liat sepanjang 60 cm, di mana pada ujungnya dibuat bengkok bercabang untuk mengait. Pengait berfungsi mengait rumput atau tumbuhan liar yang akan ditebas menggunakan parang panjang.

d. Sikat sawah beserta kerbau atau sapi 

Sikat sawah adalah alat untuk meratakan dan menghaluskan sawah yang akan ditanami. Sikat sawah bentuknya mirip dengan bajak dan terdiri dari 3 komponen, yaitu gigi sikat, daun sikat, dan tangkai sikat. Gigi sikat ujung dan pangkalnya berbentuk bulat pipih agak runcing, terbuat dari besi plat, panjang 15 cm, jumlah 10 buah dan menempel pada daun sikat. Daun sikat sendiri terbuat dari kayu keras dan liat. Daun sikat dibuat besar agar memiliki daya dorong yang kuat. Sementara itu, tangkai sikat terbuat dari kayu, panjang 250 cm, serta dibuat 2 buah untuk mengaitkan dengan tubuh sapi atau kerbau.

e. Batu asahan 

Batu asahan berasal dari batu gunung yang dibentuk seperti balok dengan panjang 30 cm, lebar 10 cm, dan tebal 5 cm. Batu asahan umumnya terdapat 2 jenis, yaitu yang kasar untuk mengasah parang tidak terlalu tajam dan yang halus untuk menajamkan parang.

f. Kikir 

Kikir berfungsi untuk menajamkan daun pangkur. Kikir diciptakan karena daun pangkur tidak dapat dilepas jika ingin ditajamkan dengan batu asahan. Kikir terdiri dari 2 komponen, yaitu batang kikir yang terbuat dari besi dan gagang kikir dari kayu keras. Kikir ini berbentuk segitiga memanjang 30 cm, lebar pangkal 2 cm, dan ujungnya semakin lancip.

3. Fungsi Alat Pertanian 

Secara umum, fungsi alat-alat pertanian tradisional Jambi adalah untuk membantu petani dalam mempersiapkan dan mengolah sawah irigasi serta memudahkan pengolahan sawah secara detil. 

4. Nilai-nilai 

Keberadaaan dan penggunaan alat produksi pertanian tradisional di Jambi mengandung nilai-nilai tertentu bagi kehidupan, antara lain:
  • Ekonomis. Nilai ini tercermin dari bahan pembuatan yang umumnya berasal dari bahan yang mudah ditemukan di hutan. Selain itu, nilai ini juga tercermin dari penggunaan alat-alat tradisional tersebut yang tidak membutuhkan bahan bakar.
  • Kebersamaan. Alat-alat ini biasanya tidak dipergunakan secara mandiri, misalnya dalam membabat rumput, petani Jambi umumnya melakukannya secara gotong-royong, saling membantu. Kegiatan ini tentu saja semakin memperkuat rasa kebersamaan di antara petani.
  • Ramah lingkungan. Nilai ini tercermin dari alat-alat tersebut yang semuanya tidak membutuhkan mesin berbahan bakar minyak atau solar. Dengan begitu, alat-alat ini sangat ramah lingkungan. Sebaliknya, kotoran sapi atau kerbau justru dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang.
  • Pelestarian tradisi. Nilai ini tercermin dari alat tersebut yang merupakan peninggalan tradisi leluhur Melayu Jambi. Dengan menggunakan peralatan tersebut, secara tidak langsung berarti mereka melestarikan tradisi budaya leluhur.
  • Kesederhanaan dan fungsional. Penggunaan peralatan tersebut juga mengajarkan kepada para petani untuk lebih mementingkan kesederhanaan dan fungsi daripada gaya. Meskipun peralatan tersebut biasa jadi kalah cepat dengan alat pertanian modern, namun alat tersebut tidak kalah dalam fungsinya.
  • Seni. Peralatan pertanian orang Melayu Jambi bentuknya nampak sederhana. Meskipun demikian, nilai seni itu justru tercermin dari ide leluhur yang menciptakan alat-alat tersebut.
5. Penutup 

Keberadaan alat pertanian tradisional orang Jambi menjadi bukti bahwa mereka mampu menciptakan kebudayaan agraris yang baik. Dengan alat-alat sederhana tersebut, Jambi pernah menjadi produsen padi yang besar. Kenyataan ini juga membuktikan bahwa kebudayaan agraris Melayu cukup membanggakan pada masanya.

(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com) 

Referensi
  • Ibrahim Budjang et al., 1990. Peralatan Produksi Tradisional dan Perkembangannya di Daerah Jambi. Jambi: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Tim Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jambi, 1982. Bercocok Tanam Padi Sawah. Jambi: Dinas Pertanian Tanaman Pangan.





Komentar

Postingan Populer