Selamat Jalan, Pak Bina!

Oleh Empuesa

Senin siang, 1 Agustus 2011, kabar itu datang tiba-tiba bak petir di siang bolong. Warga Jogja berduka karena ditinggalkan salah seorang seniman ulungnya, Heru Kesawa Murti yang wafat karena serangan jantung. Almarhum sangat lekat sebagai pemeran Pak Bina dalam acara Mbangun Deso yang menjadi salah satu acara favorit di TVRI Yogyakarta pada era 1990-an.

Heru adalah orang yang konsisten dengan pilihan hidup dan memilih teater sebagai ruang mengekspresikan ide-ide kreatifnya. Kecintaan salah satu pendiri Teater Gandrik ini terhadap seni ditunjukkan dengan menggelutinya hingga akhir hayat. Ia hidup dan mati dengan pilihan itu. Konsistensi pilihan dan hasil pergaulannya dengan para seniman menjadikan Heru bersinar sebagai salah seorang pelaku seni peran yang paling handal pada zamannya.
 
Di Mbangun Deso, Heru memerankan Pak Bina, seorang sosok yang cerdas, bijak, sekaligus berani dalam menyikapi hal-hal yang menurutnya patut dikritisi. Bersama Den Baguse Ngarso yang diperankan oleh karibnya, Susilo Nugroho, dan sejumlah seniman ulung lainnya, Pak Bina menjadi sosok yang selalu ditunggu penampilannya.

Mbangun Deso memang hanya dikemas dengan konsep sederhana di mana cerita yang disajikan di dalamnya berkisah tentang kehidupan keseharian masyarakat di sebuah desa. Kehidupan masyarakat desa yang penuh dinamika khas warga pedesaan di Yogyakarta inilah yang justru menjadi daya tarik Mbangun Deso, juga diperkuat dengan berbagai macam watak peran di acara itu.

Saat itu, Mbangun Deso dapat dikatakan cukup fenomenal dan menjadi salah satu dari sedikit acara TVRI lokal yang digemari pemirsanya. Mbangun Deso menunjukkan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat pedesaan. Tanpa iklan apalagi hanya untuk mengejar rating tinggi, Mbangun Deso sukses memikat hati rakyat Yogyakarta, dan Heru Kesawa Murti menjadi salah satu sosok yang mengambil peran paling penting dalam upaya tersebut.

Karakter para tokoh yang tersaji di Mbangun Deso seolah-olah menjadi suara rakyat yang sayup-sayup terdengar melalui kehidupan sehar-hari. Tokoh Sronto yang lugu dan tidak neko-neko, Kuriman yang grusa-grusu dan cepat naik darah, Den Baguse Ngarso yang sok tahu dan suka mencibir orang, dan Pak Bina yang cerdas lagi bijak, menjadikan Mbangun Deso cukup efektif berperan sebagai media rakyat akan pentingnya menghargai kebudayaan dan tradisi, yakni nuansa kehidupan yang sarat dengan unggah-ungguh, gotong royong, guyup, rukun, dan guyon.

Dalam kegembiraan yang indah itulah, Pak Bina pernah menjadi saksi bahwa Jogja memang istimewa. Selamat jalan, Pak Bina!

(Kolom ini pernah dimuat di www.Jogjatrip.com)


Komentar

Postingan Populer