Sebulan perempuanku

Hari ini, 22 September, tepat sebulan kelahiranmu, Nak. Sudah banyak perubahan darimu. Tulang-tulangmu sudah mulai kuat, rambutmu semakin lebat, pipimu ranum seperti pipi ibumu, jidatmu lebar seperti jidat bapakmu. Itu kata kakungmu tapi. 

Kulitmu serasa halus jika tersentuh. Jika kamu tertidur, tak henti-henti orang di dekatmu menciumimu. Saat itu, terkadang kamu terlihat menarik sedikit bibirmu, seperti tersenyum pada kami, Nak. Kamu senang atau geli?

Nak, diusiamu yang satu bulan ini, semua perubahan itu membahagiakan ibu dan bapakmu. Namun, bapak dan ibu agak sedikit berkeluh kesah ketika kamu sulit tidur, padahal ibu bapakmu sudah mengantuk dan esok pagi harus kerja. 

Tapi itu keluh manusiawi, Nak, bukan kebencian.

Perasaan dan pendengaranmu begitu peka, Nak. Tidak jarang kamu terlihat sudah menutup mata, tetapi suara lirih langkah kaki membangunkanmu. Setelah itu, biasanya kamu meronta dan menangis. Bukan karena haus, tapi tampaknya kamu sendiri merasa sulit tidur. Kami senang bercampur iba. Senang karena setelah itu matamu berbinar, dan iba karena kami bingung tidak bisa menidurkanmu.

Nak, diusiamu yang sebulan ini, bapak ibu berharap kamu lekas besar. Orangtuamu sudah tidak sabar memakaikan kamu baju-baju yang indah, mengajakmu tertawa, mengerling, berjalan-jalan di taman, atau sekedar menggendongmu sambil menghirup udara pagi.

Nak, diusiamu yang masih belia ini, tak henti-henti orang-orang terdekatmu selalu berdoa, semoga kamu tumbuh menjadi gadis yang periang, percaya diri, pintar, tidak manja, dan tentu saja menghormati orang yang lebih tua darimu serta menghargai sesama makhluk Tuhan.

Bagi orangtuamu, itu lebih penting Nak, dari sekedar tangisanmu. Mari kita nikmati hidup, Nak. Jangan hanya sekedar menjalani.


Prambanan, Kamis 22 September 2011