Massaung Manuq

Massaung manuq atau assaung janggang adalah tradisi sabung ayam yang dulu sering dilakukan orang di Sulawesi Selatan. Kendati praktek sabung ayam kini sudah dilarang karena dijadikan ajang perjudian, namun dalam konteks yang lain masih dapat dimaknai nilai-nilai positifnya.

Asal-usul

Orang Melayu di Sulsel memiliki beragam tradisi budaya yang unik, tradisi sabung ayam adalah salah satunya. Oleh masyarakat Bugis, tradisi ini disebut massaung manuq, sedangkan oleh orang Makassar disebut assaung janggang. Semula tradisi sabung ayam dilakukan hanya sebatas permainan saja, namun lama-kelamaan menjadi kebiasaan, bahkan menjadi ajang perjudian (Mattulada, 1979).

Sabung ayam bukanlah tradisi asli orang Sulsel karena hampir di seluruh suku-suku di nusantara mengenal tradisi ini. Dalam sejarahnya, sabung ayam adalah permainan kegemaran kaum bangsawan di Sulawesi Selatan. Ayam yang diadu bukanlah ayam sembarangan, melainkan yang sudah dimantrai dan dirawat dengan khusus. Jika sering menang, ayam-ayam tersebut diberi gelar, dan gelar tersebut diadopsi untuk nama pahlawan kerajaan, seperti I segong ri panaikang, buleng lengna lantebung, cambang toanan labbakang, korona jalanjang, campagana maccinibaji, dan sebagainya (Aminah Pabittei, 2009). 

Dalam versi sejarah yang lain, semula yang diadu adalah manusia. Akan tetapi karena dianggap tidak berperikemanusiaan, diganti ayam. Dalam prakteknya, tradisi sabung ayam umumnya digelar untuk memeriahkan pesta-pesta adat, misalnya perkawinan, pelantikan raja, pesta panen, dan saat mengeringkan padi. Massaung manuq atau assaung janggang biasa digelar pada siang atau sore hari, bahkan hingga seharian (HD. Mangemba, 1959).

Peralatan

Permainan sabung ayam hanya memerlukan peralatan sederhana, yaitu:
  • Dua ayam jantan
  • Taji yang umunya berupa keris atau badik kecil tanpa gagang beserta tali pengikatnya
  • Kayu bercabang yang berfungsi untuk menyelipkan leher ayam yang kalah
  • Arena permainan seluas kurang lebih 5x5 meter.
Peserta
Permainan massaung manuq atau assaung janggang umumnya dimainkan oleh anak laki-laki tanpa batasan umur dan status sosial yang pasti. Dari orang dewasa hingga anak-anak dapat ikut permainan ini.
Tempat Permainan
Permainan massaung manuq atau assaung janggang biasanya digelar di pinggir sawah atau di halaman rumah. Waktu permainan dipilih adalah saat sore atau siang hari, bahkan terkadang sehari penuh.
Aturan Permainan
Secara umum, ada 3 aturan dalam permainan massaung manuq atau assaung janggang, yaitu:
  • Ayam jago dinyatakan kalah jika lari, mati, atau diam jika diserang.
  • Jika diam saat diserang, maka kepala ayam dimasukkan ke cabang kayu dan dipatok sebanyak 3 kali oleh ayam lawannya dan ayam dinyatakan kalah.
  • Selama ayam beradu, kedua pemilik ayam berada di luar arena.
Tata Cara Permainan
Mula-mula, dua orang pemilik ayam jago masuk ke arena. Setelah itu, keduanya memasangkan taji pada kedua kaki ayam masing-masing. Jumlah taji yang dipasang tergantung kesepakatan, bisa satu atau dua bilah. Taji dipasang di kaki ayam dengan ujungnya menghadap ke belakang dan posisi agak miring. Oleh orang Bugis, pemasangan taji disebut dengan nibulanggi atau riarelenggi dalam bahasa Makassar.
Setelah masih-masing ayam bertaji, kedua ayam dilepaskan bersamaan saling berhadapan. Keduanya dibiarkan untuk beradu sampai ada yang kalah. Tanda kalah biasanya berupa ayam lari, ayam mati terkena taji, atau ayam diam saat diserang. Selama beradu, pemilik ayam berada di luar arena dan tidak boleh masuk kecuali untuk mengambil ayamnya saat dinyatakan kalah.
Jika ayam diam saat diserang, ayam dinyatakan kalah. Namun, untuk memastikan, pemiliknya akan mengambil ayamnya, lalu memasangkan kayu bercagak yang telah disiapkan pada leher ayam. Setelah itu, ayam yang menang diminta mematuk kepala ayam tersebut. Jika dapat mematuk sampai 3 kali, maka ia dinyatakan menang. Adapun jika tidak, maka permainan dianggap seri.

Nilai-nilai
Permainan massaung manuq atau assaung janggang mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
  • Melatih ketangkasan dan kedisiplinan. Ketangkasan dan kedisplinan dibutuhkan untuk merawat dan melatih ayam jago.
  • Hiburan. Nilai ini tercermin sedari mula terciptanya permainan ini, meskipun lama-kelamaan nilai itu berubah menjadi ajang perjudian.
  • Melestarikan tradisi. Permainan massaung manuq atau assaung janggang adalah warisan leluhur. Oleh karena itu, permainan ini penting untuk dilestarikan agar nilai-nilai dalam permainan ini terpelihara.
  • Sakral. Nilai ini tercermin dari adanya mantra dan doa tertentu dari pemiliki ayam agar ayam mereka menjadi pemenang. Tidak sedikit pula pemilik ayam membuatkan ritual khusus dengan sesaji tertentu.
Penutup
Saat ini, tradisi massaung manuq atau assaung janggang dilarang karena dianggap ajang judi. Akan tetapi, mengingat nilai-nilai positif yang ada, seharusnya tradisi ini tidak perlu dilarang melainkan diarahkan dan dikontrol, agar nilai positif yang ada tidak punah.

(Artikel ini pernah dimuat di www. melayuonline.com)

Referensi
  • Aminah Pabittei, 2009. Permainan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
  • HD. Mangemba, 1959. “Permainan Sempaq Raga”, dalam Majalah Sulawesi.
  • Mattulada, 1979. Pencak Silat Tradisional di Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan.

Komentar

Postingan Populer