Seput

Seput, sumpitan, atau semput adalah alat berburu sekaligus permainan tradisional masyarakat di Kalimantan Timur (Kaltim). Disebut sebagai alat berburu sekaligus permainan tradisional karena selain biasa digunakan untuk berburu, seput sering dimainkan oleh anak-anak di pedalaman Kaltim.

Asal-usul

Masyarakat Kalimantan Timur dikenal memiliki beragam permainan tradisional, salah satunya permainan seput. Dahulu, seput dikenal hampir di seluruh pedesaan Kaltim. Bagi masyarakat Melayu Kaltim, seput mengandung nilai-nilai tertentu terkait dengan kearifan lokal masyarakat Kaltim yang penting untuk dilesatrikan (Tim Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1983)

Seput artinya menghembus melalui lubang kecil agar benda kecil di dalamnya meloncat keluar. Saat benda itu keluar, orang Kaltim menyebutnya nyeput. Oleh orang Dayak Kenyah, seput disebut sebagai kelemput, Suku Bulungan menyebut seput, suku Berau menyebut sumpitan, dan suku Benua menyebutnya semput. Pada mulanya, fungsi seput adalah alat untuk berburu atau berperang, sehingga orang Dayak sering menganggap keterampilan menyeput sebagai simbol kesatria seorang laki-laki (Tim Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1983).

Seput merupakan permainan yang mengandalkan ketahanan, ketangkasan, kesabaran, dan ketelitian. Bermula dari permainan rakyat, dalam perkembangannya, seput menjadi salah satu olah raga tradisional yang digemari masyarakat Kaltim, bahkan dilombakan. Perlombaan tidak hanya dinilai dari ketepatan, melainkan kekuatan dorongan anak seput tersebut, apakah pada jarak tertentu dapat menembus batang pisang, logam, atau seng. Namun sayang, perlombaan seput sekarang juga sudah jarang digelar (Tim Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1981).
 
Bahan dan Cara Pembuatannya
 
Bahan untuk membuat seput di Kalimantan Timur sangat mudah untuk didapatkan. Hal ini disebabkan bahan-bahan tersebut banyak terdapat di lingkungan sekitar perkampungan masyarakat, khususnya di hutan-hutan di Kalimantan Timur. Salah satunya adalah kayu ulin yang banyak tumbuh dan ditanam di hutan Kalimantan Timur. Adapun bahan-bahan untuk membuat dan memainkan seput terdiri dari:
  • Kayu ulin untuk membuat seput.
  • Kulit enau untuk anak seput.
  • Kulit buah labu air untuk tempat anak seput.
Kayu ulin dikenal oleh masyarakat Kalimantan Timur sebagai kayu urat-uratnya lurus sehingga cocok untuk dibuat seput karena lubang seput juga akan lurus. Seput yang dibuat dari kayu ulin tidak mudah patah dan tahan lama. Dikarenakan kerasnya, beberapa masyarakat menyebut kayu ulin sebagai kayu besi.

Proses pembuatan seput cukup sederhana dan umumnya masih dilakukan dengan cara tradisional. Ada tiga tahap untuk membuatnya, pertama membuat seput, lalu anak seput, dan terakhir tempat anak seput.
 
Seput

Panjang seput umumnya 1-2 meter. Untuk membuatnya, langkah pertama yang dilakukan adalah menebang kayu ulin untuk dibelah-belah sampai menjadi balok-balok kecil yang dinamai reng. Selanjutnya disiapkan alat untuk melubanginya, yaitu menggunakan kawat besi yang runcing ujungnya. Ada dua cara untuk melubangi seput, pertama dengan menggantungkan kayu secara tegak lurus. Di bawah kayu dibuatkan tempat duduk agar saat melubanginya dapat tepat dan lurus (kayu tidak goyah). Cara melubanginya dari atas ke bawah, tujuannya agar saat kotoran kayu keluar tidak menutupi lubang. Jika menggunakan cara pertama ini, seput akan selesai dalam waktu 3-4 hari.

Cara kedua dengan meletakkan kayu ulin di arus sungai yang deras. Lalu kawat pelubang dihubungkan dengan kipas agar berputar dengan sendirinya secara kencang, sehingga melubangi kayu dengan sendirinya. Setelah kayu berlubang, selanjutnya lubang dilicinkan agar nantinya anak seput dapat keluar dengan lancar. Lubang dilicinkan dengan digosok menggunakan daun kayu (serapung) yang berfungsi seperti ampelas. Setelah selesai, balok seput diraut agar berbentuk bulat. Tempat menyeput dibuat lebih besar daripada bagian untuk keluarnya anak seput. Pada ujung bagian keluar anak seput, dipasang mata tombak dan lubang sebagai alat fokus (keker). Keduanya dipasang dengan cara diikat menggunakan tali dari rotan.

Anak Seput
Anak seput (orang Dayak Benua menyebutnya walo) atau peluru seput terbuat dari kayu batang enau yang diraut sebesar batang lidi. Setelah itu, pada pangkal anak seput dibuatkan sesuatu berbentuk kerucut dari kayu gabus (pimping) sebesar lubang seput (2 cm). Anak seput umumnya berukuran panjang 25-30 cm. Pada ujung anak seput diberi logam runcing. Dahulu, di ujung yang runcing tersebut biasa diolesi racun dari bisa ular, ulat bulu, atau getah kayu yang mengandung racun. Tujuannya agar binatang buruan atau musuh akan mati jika tertancap anak seput. Namun, jika untuk perlombaan, anak seput tidak diolesi racun.

Tempat Anak Seput

Tempat anak seput (seloq) terbuat dari kulit buah labu air. Bahan ini dianggap tepat karena dapat menjaga racun pada anak seput sehingga tidak membahayakan pemakainya. Panjang anak seput kurang lebih 30-40 cm. Saat ini, tempat anak seput ini sudah diproduksi sebagai souvenir bagi wisatawan dan tamu kehormatan.
 
Cara Memainkan
 
Seput umumnya hanya dimainkan oleh kaum laki-laki dewasa. Namun demikian, bukan berarti kaum perempuan atau anak-anak tidak dapat memainkan. Asalkan memiliki keterampilan, semua orang dapat memainkan. Suku Dayak juga terkadang membuat seput dengan ukuran lebih kecil agar anak-anak dapat memainkannya.

Cara memainkan seput adalah, pertama-tama, anak seput dimasukkan ke dalam lubang seput. Selanjutnya lubang tersebut ditiup sekuat tenaga. Anak seput akan melesat dengan baik jika tiupan kuat. Agar tiupannya kuat, seorang peniup seput harus berlatih pernafasan perut terlebih dahulu. Satu hal yang terpenting dalam hal ini adalah menjaga ketenangan diri dan fokus agar tepat sasaran.

Jika seput digunakan untuk berburu, maka peniup seput membidik binatang dengan cara mengendap-endap. Jika untuk berperang, maka peniup seput biasanya akan terlebih dahulu mengintai musuhnya dari atas pohon. Sementara itu, jika untuk perlombaan, maka biasanya sudah diatur jaraknya. Perlombaan umumnya dinilai dari berapa kali anak seput mengenai sasaran.
 
Nilai-nilai
 
Permainan seput mengandung nilai-nilai positf bagi kepribadian dan kebudayaan masyarakat Kalimantan Timur, antara lain:
  • Pelestarian budaya. Memainkan atau bahkan melombakan seput berarti pula ikut melestarikan kebudayaan tradisional. Apalagi seput saat ini dijadikan sebagai olahraga tradisional yang dipertandingkan pada event-event olahraga di Kalimantan Timur. Pada permainan seput, pelestarian budaya sebenarnya tidak hanya terlihat dari penyelenggaraan permainan seput itu saja, akan tetapi juga pelestarian pakaian adat. Hal itu dikarenakan pada setiap pertandingan pemain diharuskan memakai pakaian adat.
  • Seni. Nilai ini tercermin dari pembuatan seput yang tentu saja memerlukan keterampilan seni ukir dan kayu yang baik. Oleh sebagian pengrajin, seput terkadang dibuat dengan serutan yang sangat halus, sehingga seput juga dapat dijadikan benda yang bernilai seni.
  • Pariwisata. Nilai ini tampak ketika penyelenggaraan pertandingan seput, karena banyak orang yang datang, baik lokal maupun mancanegara, untuk menonton. Bahkan, di antara wisatawan ada yang ikut menjadi peserta lomba. Hal ini tentu saja dapat menambah pendapatan daerah dan semakin mengenalkan Provinsi Kalimantan Timur sebagai daerah tujuan wisata yang perlu dikunjungi.
  • Sakral. Seput beserta perangkatnya terkadang diukir dengan motif-motif Dayak. Fungsi seput untuk berburu dan senjata, menjadikannya benda sakral seperti halnya keris, pedang, atau tombak. Di rumah warga di Kaltim, seput biasa digantung di tembok atau diletakkan dalam kotak khusus, dan pada saat tertentu digelar ritual pembersihan.
  • Sportivitas. Nilai ini tercermin jika seput dilombakan. Tentu saja setiap pemain harus sportif dan jujur dalam pertandingan.
Penutup
 
Seput sebagai sebuah permainan tradisional yang mempunyai nilai yang bermanfaat bagi kebudayaan masyarakat Kalimantan Timur menuntut untuk digalakkan kembali, apalagi saat ini permainan ini sudah sulit ditemui. Permainan ini juga dapat dijadikan media perlawanan masyarakat pegiat budaya Kalimantan Timur untuk membendung permainan modern yang cenderung tidak berpengaruh positif terhadap perkembangan anak-anak. Jika sedari dini anak-anak sudah diperkenalkan dengan permainan tradisional, kelak jika dewasa mereka akan melestarikan permainan tradisional daerahnya.

(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com).

Referensi
  • Tim Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1983. Permainan anak-anak daerah Kalimantan Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
  • Tim Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1981. Permainan rakyat daerah Kalimantan Timur. Samarinda: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Tim Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1982. Naskah sejarah seni budaya Kalimantan Timur. Samarinda: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Komentar

Postingan Populer