Permainan Mallogo

Permainan tradisional mallogo atau allogo mirip dengan permainan golf. Perbedaannya hanya pada obyek yang dipukul. Obyek mallogo atau allogo berupa tempurung kelapa kering yang dibentuk segitiga sama sisi, sedangkan obyek golf adalah bola. 

1. Asal-usul

Mallogo (Bugis) atau allogo (Makassar) adalah salah satu permainan tradisional masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel). Permainan ini mengandung nilai pendidikan seperti kejujuran dan sportivitas. Meskipun kini mallogo atau allogo jarang dimainkan lagi, namun masyarakat Sulsel senantiasa merasakan kerinduan untuk melihat permainan ini. Kerinduan ini bukti bahwa mereka begitu terikat pada tradisi leluhurnya (Abu Bakar Punagi, 1960: 45; Aminah Pabittei, 2009: 68).

Permainan mallogo atau allogo berupa tempurung kelapa kering yang dibentuk segitiga (logo), lalu dipukul dengan sepotong bambu yang dibelah dan dibentuk seperti pemukul golf. Dahulu mallogo atau allogo biasa dimainkan masyarakat sebagai hiburan untuk mengisi waktu luang sembari menunggu atau seusai panen.

Pada masa lalu, selain masyarakat awam, malogo atau allogo juga lazim dimainkan oleh kaum bangsawan. Oleh karena itu, terdapat dua jenis logo. Logo untuk bangsawan terbuat dari tanduk kerbau, seng, atau besi yang disepuh emas, sedangkan logo rakyat dari tempurung kelapa kering (Punagi, 1960: 48; Pabittei, 2009: 70).

2. Peralatan

Permainan mallogo atau allogo hanya memerlukan peralatan sederhana, yaitu logo dari tempurung kelapa kering dan sebilah bambu sebagai pemukul (paqcampaq). Logo dibuat dua bentuk, yaitu logo kecil ukuran 7-8 cm sebanyak 6-8 buah dan logo besar ukuran 15 cm. Logo kecil akan dijajarkan berurutan ke belakang. Adapun logo besar berfungsi untuk menembak logo kecil. Selain logo, permainan ini juga memerlukan pemukul (paqcampaq). Pemukul terbuat dari sebilah bambu berukuran 30-50 cm (Pabittei, 2009: 70).

3. Pemain

Mallogo atau allogo dimainkan oleh dua orang atau lebih. Rata-rata pemain adalah anak-anak atau remaja laki-laki maupun perempuan (Pabittei, 2009: 70).

4. Tempat Permainan

Mallogo atau allogo biasanya dimainkan di pinggir sawah atau di halaman rumah.

5. Aturan Permainan

Secara umum, ada tiga aturan dalam permainan mallogo atau allogo, yaitu:
· Pemain dianggap pemenang jika mampu menjatuhkan semua logo, dan ia dapat kembali memukul
· Jika pemain pertama tidak dapat menjatuhkan semua logo, maka permainan berpindah ke lawan
· Nilai pemenang ditentukan dari jumlah logo yang jatuh (Pabittei, 2009: 70).
 
6. Cara Permainan
 
Mula-mula, enam atau delapan logo kecil dijajar ke belakang dengan menancapkan salah satu sudutnya ke tanah. Jarak antarlogo kurang lebih 10 cm. Logo besar diletakkan di tempat menembak atau memukul. Jarak tembak diatur sesuai kesepakatan pemain. Pemain yang dahulu memukul juga diatur sesuai kesepakatan atau undian.
Salah satu pemain mulai memukul logo besar sembari duduk atau jongkok. Jika dapat menjatuhkan semua logo kecil, ia mendapat nilai dan dapat memukul lagi. Sebaliknya, jika tidak, maka pemukul berganti ke pemain lawan. Begitulah permainan ini berlangsung sampai ada pemenangnya, yakni pemain yang paling banyak menjatuhkan logo kecil.
Mallogo atau allogo memiliki istilah-istilah khusus yang harus dipahami oleh setiap pemain. Istilah-istilah tersebut antara lain:
  • Olo, istilah untuk menyebut orang atau kelompok yang pertama memukul
  • Boko, istilah untuk orang atau kelompok pemukul selanjutnya
  • Ambaq, istilah untuk orang atau kelompok yang melakukan pukulan (campaq)
  • Logo mate, istilah untuk logo yang ada pada jajaran pertama dalam posisi tertelungkup setelah dipukul
  • Logo tuwu (Bugis) atau logo tallasaq (Makassar), istilah untuk logo tidak tertelungkup setelah dipukul
  • Ceppa (Bugis) atau cempang (Makassar), istilah untuk orang atau kelompok yang berhasil menjatuhkan satu atau lebih logo kecil
  • Senteng, sebutan untuk logo yang jatuh semua
  • Lepa (Bugis) atau piping (Makassar), sebutan untuk pukulan yang hanya mengenai logo kecil tapi tidak sampai jatuh
  • Rencing (Bugis) atau raqcing (Makassar), sebutan untuk pukulan pertama, dan kedua-duanya batal
  • Bacu, sebutan untuk pukulan yang hanya membuat antarlogo saling bersentuhan tapi tidak jatuh
  • Meca palogo, sebutan untuk pemain yang meminta lawan menggeser posisi tembaknya lebih dekat ke logo kecil
  • Kolo, istilah untuk logo besar yang hanya berhenti di depan logo kecil setelah dipukul
  • Boko, istilah untuk logo besar yang hanya berhenti di belakang logo kecil setelah dipukul
  • Mallole (Bugis) atau aqtungaleng (Makassar), sebutan untuk pemain yang tidak pernah gagal memukul
  • Taqciri, sebutan untuk pemain yang berhasil menjatuhkan logo kecil lebih dari satu pasang
  • Pelleq, sebutan untuk pemain yang dapat membentuk kelompok berjumlah empat orang, tetapi masih ada seorang yang tersisa. Seorang ini akan ikut bermain tapi hanya boleh memukul di setiap kelompok (Pabittei, 2009: 70).
7. Nilai-nilai
 
Permainan Mallogo atau allogo mengandung nilai-nilai luhur sebagai berikut:
  • Melatih ketangkasan dan ketenangan. Permainan mallogo atau allogo memerlukan ketangkasan pemainnya. Pemain yang tidak tangkas dan tenang, pukulannya akan sering meleset, bahkan jauh dari sasaran.
  • Olahraga. Nilai ini tercermin dari gerakan pemain saat memukul atau melempar yang membutuhkan stamina, energi, dan fisik yang seimbang.
  • Mengajarkan budi pekerti bagi anak. Oleh karena itu, permainan ini penting untuk dilestarikan agar nilai-nilai pendidikan dalam permainan ini terpelihara.
  • Menjaga kekompakan. Nilai ini tercermin dari strategi kelompok yang membutuhkan kekompakan dalam menjalankan permainan agar menang.
  • Seni. Nilai ini tercermin dari nilai seni yang tercermin dari bentuk logo dan alat pemukulnya. Tidak mengherankan jika bagi sebagian orang, logo dijadikan koleksi.
8. Penutup
 
Mallogo atau allogo merupakan satu dari ratusan permainan tradisional orang Sulsel yang unik dan kreatif. Unik terlihat dari bentuk logonya dan kreatif dari model permainannya. Permainan malogo atau alogo merupakan permainan kolektif yang baik untuk membentuk sifat kerjasama yang kini telah mulai terkikis oleh permainan modern yang bersifat individualistis.

(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com)
 
Referensi
  • Abu Bakar Punagi, 1960. Permainan logo dan tana Bugis. Majalah adat istiadat dan cerita rakyat ke 3. Jawatan Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Selatan.
  • Aminah Pabittei, 2009. Permainan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

Komentar

Postingan Populer