Siapa yang Beradab?

Di antara sub-subsuku Dayak, nama Dayak Kalis paling jarang didengar oleh publik. Padahal suku ini telah hidup sejak ratusan tahun silam di sepanjang hulu sungai Kapuas, Kalimantan Barat. 

Tidak terdengarnya suku Dayak Kalis ini salah satunya disebabkan oleh tiadanya data pemetaan tentang kehidupan suku Dayak Kalis. Data yang ada hanya menyebut Dayak Iban, Kayan, Kanayatn, atau Pesaguan. Dayak Kalis merupakan suku di pedalaman yang hidup bersahaja dan beradab. Tidak hanya penyayang hutan, bertelanjang dada, tak beralas kaki, penuh ritual adat, atau mencari ikan dengan tombak, Dayak kalis juga memiliki hukum adat.

Hukum adat itu terdiri dari 17 Bab dan 128 pasal. Pasal-pasal tersebut mencakup banyak hal, seperti ketentuan umum, ruang lingkup berlakunya hukum adat, susunan kelembagaan ketamunggungan, kepengurusan sidang adat, biaya sidang perkara adat, masa jabatan dan pemberhentian Tamunggung, kepala kompleks, dan Toa Banua, bentuk-bentuk keputusan adat, jenis dan macam hukum adat, nilai benda adat, hukum adat yang bersifat pelanggaran, hukum adat bersifat kejahatan, pertunangan dan perkawinan, hukum waris, status dan hak anak, dan ketentuan penutup.

Hukum Adat

Hampir semua suku di pedalaman memiliki hukum adat. Tidaklah tepat jika ada yang beranggapan suku di pedalaman dianggap sebagai masyarakat tidak beradab, suku pembunuh yang suka memenggal kepala (kanibal), dan karena itu perlu diadabkan. Melalui hukum adat, suku di pedalaman mengatur kehidupannya agar tidak bertentangan dengan sisi kemanusiaan dan alam.

Hukum adat menjadi acuan yang ditaati oleh seluruh anggota suku, untuk mengatur kehidupan sosial, kepercayaan, dan pribadi. Bagi anggota yang melanggar, maka ketua adat sebagai orang yang diangkat oleh masyarakat untuk menjaga dan memimpin, akan menghukum sesuai hukum adat yang berlaku. Hukum adat menjadikan hidup suku di pedalaman selama ini aman, damai dengan alam, dan bersahaja.

Lalu kenapa ada berita sekelompok suku di pedalaman terusir dari hutan? Informasi yang ada menyebut, karena mereka tidak mau bersepakat dengan para pemilik Hak Penguasaan Hutan (HPH). Mereka dituduh sebagai perusak pepohonan milik HPH.

Setiap suku memiliki hukum adat. karena itu, pengusiran suku di pedalaman merupakan sebuah tragedi manusia modern yang dianggap beradab. HPH tidak semuanya benar. Mereka ada yang nakal. Program perlindungan bagi suku di pedalaman perlu dilaksanakan, agar mereka hidup tenang di hutan. Hutan rumah mereka yang asli dan hukum adat merupakan kesepakatan kolektif untuk menjaga hidup dan hutan mereka.

Ke depan, jika masih ada pengusiran suku, maka tidak menutup kemungkinan suku-suku di pedalaman itu akan punah. Dan jika hal ini terjadi, maka siapakah sebenarnya yang lebih kanibal dan tidak beradab? 

Tegalharjo saat hujan deras

Komentar

Postingan Populer