GURU: NASEHAT UNTUK ANAKKU
Nak, kelak ketika kamu sekolah, ingat pesan ini yaa.. Guru adalah salah satu
bagian terpenting dalam hidup kita. Ia tidak semata-mata orang yang setiap
hari mengajarkan anak-anak muridnya di depan kelas. Lebih daripada
itu, tugasnya melebihi itu; mengajar, membimbing, menyuapi, membetulkan
seragammu jika tidak pas, membelikanmu sarapan, mengantarmu pulang, dan kadang
mencarikan mainan untukmu.
Jika ada istilah, guru
adalah pahlawan tanpa tanda jasa, satu sisi hatimu sedih. Apa yang salah dari para guru hingga tak diberi jasa?
Tapi di sisi lain kamu harus bangga, karena guru tak akan
pernah mau menghiba meminta diberi jasa. Jika ingin diberi jasa, berilah dengan
keikhlasan, bukan pemanis agar guru merasa dihargai. Dihargai atau tidak, guru
sudah berharga dari kesabarannya yang
tak kenal lelah.
Guru tak akan
meminta kembali ilmu yang sudah diberikan pada kita. Entah sudah
berapa juta anak yang sudah dibekali ilmu oleh seorang guru. Presiden tak akan
bisa memimpin negara tanpa andil seorang guru. Astronot tak akan menginjakkan
kaki di bulan tanpa jasa guru, dan aku
tak akan bisa menulis seperti ini tanpa jasa guru.
Wahai anakku, guru tidak
hanya sekedar orang yang
hanya berdiri dan mengajar di depan kelas. Guru adalah juga Ibu di sekolah. Apalagi di zaman
sekarang, kita lebih sering ketemu dan akrab dengan guru kita di sekolah. Bahkan,
lebih banyak waktu kita habiskan dengan guru, daripada bersama ibu kita
sendiri.
Kita lihat, berapa jam kita bersama ibu kita. Setelah
pulang ke rumah, terkadang ibu kita belum pulang dari kerja, kita baru ketemu
ibu sekitar kurang lebih jam 4.00 sore. Saat sore tiba, kadang kita tak lama
bercengkrama dengan ibu kita, tetapi dengan tayangan televisi. Kebiasaan ini
terkadang berlangsung hingga malam tiba, sedikit sekali kita bercengkrama
dengan ibu. Kadang hanya terdengar suara perintah ibu kita, “adik belajar” atau
“adik makan, solat, dan tidur”. Mendengar itu, tak sedikit dari kita kesel,
bosan, dan menggrundel di hati. Iya kan?
Saat malam semakin larut, kita tidur, ibu juga tidur,
tentu tak bisa bercengkrama lagi dengan ibu. Saat pagi tiba, kita diperintah
lagi sama ibu, “esaa mandi, pakaian, jangan lupa sarapan, trus di sekolah
jangan nakal ya”. Lalu ibu pergi kerja, dan kita kadang tak sempat pamit dengan
ibu. Kita berangkat ke sekolah, ibu sudah di tempat kerja. Sudahkah kita
hitung, berapa jam kita bersama ibu?
Coba bandingkan dengan saat kita bersama guru.
Bayangkan anakku, kita bersendau gurau akrab dengan ibu guru sejak pukul 7.00
pagi hingga jam 2 siang, setiap hari selama 7 hari, kecuali hari Jumat hingga
sampai jam 11.00 siang.
Terkadang, cara kita berpakaian salah, guru yang
membetulkan. Terkadang kita lupa belum sarapan, guru yang mencarikan. Terkadang
kita sakit di sekolah, hingga muntah atau buang air besar, guru merawatnya. Terkadang
kita menangis di sekolah, guru yang mengusap air mata kita. Kadang kita
bersedih, guru yang memberi semangat. Saat
pulang sekolah, tentu semua derita itu tak ada, ibu kita hanya sekedar bertanya
dan kadang lupa mengucap terima kasih kepada guru.
Perbandingan ini bukan semata untuk mengunggulkan guru
dari orangtua kita. Bukan. Tapi untuk membuat kita semakin memahami, bahwa
guru terkadang lebih dari orangtua kita sendiri. Semua harus dihormati dan
dhargai.
Sebagai anak, tetap orangtua kita, khususnya ibu,
adalah guru kita. Ketika kita lahir, ibu adalah
guru pertama yang kita kenal. Ibu yang mengajarkan berbicara,
berjalan, berlari, membaca, menulis, menggambar dan masih banyak lagi pelajaran
hidup yang diberikan oleh seorang ibu. Ya, ibu juga seorang guru. Guru bagi
anak-anaknya. Meskipun ia tidak mengajar di depan kelas.
Guruku
pahlawanku. Di sekolah dan di rumah.
Masihkah
kita ragu untuk memberikan gelar pahlawan bagi guru-guru kita?
Salam hormat untuk guruku dan ibuku
Komentar
Posting Komentar
sila memberi kritik, saran, dan masukan terhadap blog dan isinya, terimakasih